KAJIAN I
PELINDUNG BAGI MANUSIA & PERUSAK LINGKUNGAN
PELINDUNG BAGI MANUSIA & PERUSAK LINGKUNGAN
Dewasa ini pandemi virus Corona 19 menjadi permasalahan yang sangat serius bagi seluruh penjuru dunia, tidak terkecuali Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan oleh seluruh masyarakat untuk menekan penularan virus COVID-19 ialah dengan menerapkan perilaku disiplin 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, Menjaga jarak dan menghindari kerumunan). Saat ini, menggunakan masker sangat disarankan bagi orang yang berpergian untuk mengantisipasi penularan virus Corona karena penularan terjadi ketika droplet orang terinfeksi virus ini terhirup orang lain yang ada di sekitar. Jenis masker sendiri sangat beragam. Pada umumnya masker yang digunakan oleh tenaga medis yang sedang bertugas dan masyarakat luas adalah masker medis sekali pakai (surgical mask).
Alasan pemilihan masker medis sekali pakai ialah karena lebih aman bersih, nyaman, mudah bernapas (breathability) serta penggunaannya juga bisa lebih efisien secara waktu dibandingkan dengan masker non-medis. Masker medis juga mampu menyaring partikel berukuran 3 mikrometer. Dengan kata lain, memiliki tingkat filtrasi partikel atau droplet antara 94% hingga 95%. Hal ini berbeda dengan masker kain yang hanya memiliki tingkat filtrasi hingga 70% tergantung dari jenis dan jumlah lapisan kainnya.
Masker medis sekali pakai yang melindungi diri kita dari virus COVID-19 justru banyak menimbulkan masalah lingkungan, melansir CNN Indonesia masker yang digunakan sebagai APD selama pandemi COVID-19 terbukti menjadi ancaman bagi satwa liar dengan adanya kasus burung dan makhluk laut yang terperangkap limbah masker dalam jumlah yang mengejutkan. Menurut data yang dihimpun Kementerian Kesehatan, pada 2019 ada sekitar 295 ton/hari limbah medis. Sementara sepanjang pandemi COVID-19 meningkat 30%. Masker medis sendiri termasuk ke dalam limbah medis. Menurut data kelompok OceansAsia, lebih dari 1,5 miliar masker masuk ke lautan dunia pada tahun 2020.
Doug Cress, wakil presiden bidang konservasi Ocean Conservacy menyebut dunia telah mengalami krisis sampah plastik di laut sebelum pandemi dan kini diperparah dengan
limbah medis sekali pakai yang berakhir di laut. Masker medis sekali pakai yang kita buang begitu saja karena sudah merasa aman bisa menjadi benda yang membunih ikan paus. Dikutip dari The Guardian, 8 Juni 2020, kelompok konservasi laut Prancis, Operation Mer Propre yang secara teratur mendokumentasikan aksi bersih-bersih laut di media sosial juga melaporkan menemukan limbah APD di Laut Mediterania dengan jumlah jauh dari luar biasa. Mereka menyebutkan bahwa banyak sekali masker sekali pakai di Laut Mediterania. Jika tidak ada perubahan, maka hal ini akan menjadi bencana ekologis nyata dan mungkin memengaruhi kesehatan. Melansir KOMPAS.com sejumlah pejabat kota di AS juga melaporkan terjadi penyumbatan selokan dan stasiun pompa air hujan oleh APD terutama masker sekali pakai.
Sebelum adanya pandemi COVID-19, para aktivis lingkungan telah memperingatkan akan ancaman terhadap laut dan kehidupan di dalamnya dengan melonjaknya polusi plastik. Menurut perkiraan PBB 2018, sebanyak 13 juta ton plastik masuk ke laut setiap tahun, sementara Laut Mediterania harus menerima 570.000 ton aliran plastik setiap tahunnya. World Wildlife Fund for Nature (WWF) menggambarkan fenomena ini sama dengan membuang 33.800 botol plastik setiap menit ke laut. Angka tersebut berisiko meningkat secara substantial karena negara-negara di seluruh dunia menghadapi pandemi COVID-19.
Masker medis sendiri sering mengandung plastik seperti polypropylene yang mana sulit untuk terurai. Masker ini adalah bom waktu ekologis karena konsekuensi lingkungannya yang abadi. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jakarta Selatan mengingatkan potensi negatif masker medis yang dapat merusak lingkungan karena sulit terurai. Masker medis membutuhkan waktu puluhan tahun bahkan bisa lebih dari 100 tahun agar dapat terurai secara sempurna di dalam tanah. Selain itu, limbah masker medis yang dibuang sembarangan tanpa ada pengolahan yang benar dan sistematis akan sangat berbahaya karena termasuk dalam golongan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).
Bahaya dari limbah medis sekali pakai bukan hanya berdampak pada lingkungan saja, namun berpotensi juga sebagai media penyebaran virus COVID-19. Seperti yang kita ketahui penularan virus ini melalui droplet orang terinfeksi. Dimana droplet yang menempel di permukaan masker dapat menjadi media penularan jikalau masker tersebut tersentuh oleh orang sehat. Oleh karena itu perilaku membuang masker sembarangan dapat menjadi media penularan virus, baik COVID-19 maupun penyakit lainnya. Masker medis umumnya memiliki beberapa lapisan yang dapat mempengaruhi ketahanan virus apabila menempel pada permukaan masker.
Berdasarkan Pedoman Pengelolaan Limbah Masker dari Masyarakat oleh KEMENKES RI menyebutkan bahwa masker yang digunakan oleh masyarakat bukan termasuk limbah medis yang diperlakukan seperti limbah medis di Fasyankes, sehingga pengelolaannya seperti pengelolaan limbah domestik sesuai dengan UU Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, namun untuk mengurangi risiko penyebaran penyakit, penanganan masker bekas pakai dilakukan dengan tahapan proses sebagai berikut:
- Kumpulkan masker bekas pakai.
- Lakukan desinfeksi dengan cara merendam masker yang telah digunakan pada larutan disinfektan/klorin/pemutih.
- Kumpulkan masker dengan wadah/plastik yang aman.
- Rusak tali masker dan robek tengah, sehingga tidak dapat digunakan ulang.
- Buang ke tempat sampah domestik.
- Cuci tangan menggunakan sabun dengan air mengalir/gunakan hand sanitizer apabila tidak ada sarana cuci tangan.
Hal yang dapat kita lakukan sebagai upaya untuk mengurangi meningkatnya limbah masker sekali pakai ialah dengan menggunakan masker kain namun tetap sesuai dengan aturan dari WHO. Lembaga AS Center for Disease Control and Prevention menyatakan bahwa masker kain yang bisa dicuci menawarkan perlindungan yang dibutuhkan. Dikutip dari CNBC Indonesia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menentukan standar kain yang efektif untuk mencegah virus Corona. Seseorang harus menggunakan masker kain dengan tiga lapis. Lapisan terdalamnya menggunakan bahan hidrofilik, seperti katun atau campuran katun. Lapisan tengah yang terbuat dari bahan hidrofobik dari bahan tanpa tenun sintetis seperti polipropilena atau lapisan katun yang dapat meningkatkan filtrasi atau menahan droplet. Laporan terluar yang terbuat dari bahan hidrofobik seperti polypropylene, polyester, atau campuran keduanya.
Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian merumuskan standar masker kain Standar Nasional Indonesia (SNI). Masker kain SNI ditetapkan Badan Standardisasi Nasional (BSN) sebagai Standar Nasional Indonesia (SNI) 8914:2020 Tekstil – Masker dari kain melalui Kepala BSN Nomor No. 408/KEP/BSN/9/2020 pada 16 September 2020. Dalam SNI 8914:2020, masker dari kain diklasifikasikan dalam tiga tipe, yaitu:
1.Tipe A untuk penggunaan umum
a. Minimal dua lapis kain. b.Daya tembus udara di ambang 15 –65 cm3/cm2/detik.
c.Kadar formaldehida bebas hingga 75 mg/kg.
d.Daya serap sebesar ≤ 60 detik.
e.Tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat asam, basa, serta saliva.
2.Tipe B untuk penggunaan filtrasi bakteri
a.Minimal dualapis kain.
b.Kadar formaldehida bebas hingga 75 mg/kg.
c.Daya serap sebesar ≤ 60 detik.
d.Tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat asam, basa, serta saliva.
e.Lulus uji efisiensi filtrasi bakteri (ambang batas ≥ 60%).
f.Mengukur mutu masker tekanan diferensial (ambang batas ≤ 15).
3.Tipe C untuk penggunaan filtrasi partikel
a.Minimal dua lapis kain.
b.Kadar formaldehida bebas hingga 75 mg/kg.
c.Daya serap sebesar ≤ 60 detik.
d.Tahan luntur warna terhadap pencucian, keringat asam, basa, serta saliva.
e.Lulus uji efisiensi filtrasi partikulat (ambang batas ≥ 60%).
f.Mengukur mutu masker tekanan diferensial (ambang batas ≤ 21).
SNI tersebut mempersyratkan masker yang paling efektif digunakan adalah kain dari serat alam seperti katun. Ditambah dua lapisan kain chiffon mengandung poliester-spandex yang mempu menyaring 80 – 99% partikel, namun tergantung pada ukuran partikelnya.
Penyebaran virus Corona kini sudah bukan lagi hal yang dapat diabaikan. Jika tidak dilakukan penanganan yang baik, maka dunia akan semakin menderita dengan sistem pengelolaan hidup yang tidak benar. Sebaik-baiknya mencegah lebih baik daripada mengobati. Semua itu kembali kepada kesadaran manusia tentang bagaimana sebaiknya menjaga diri agar terhindar dari virus Corona dan menghindari dampak buruk oleh penggunaan masker sekali pakai terhadap lingkungan. Masyarakat bisa memulai untuk mengurangi aktivitas yang tidak mendesak dengan tetap dirumah saja untuk mengurangi penggunaan masker dan dampaknya terhadap lingkungan. Masker kain yang sekiranya dapat menjadi solusi sebaiknya menjadi pertimbangan untuk digunakan bagi orang sehat sebagaimana anjuran WHO maupun Kementerian Kesehatan. Lingkungan yang merupakan tempat manusia hidup dan memperoleh semua kebutuhan hidup sudah selayaknya mendapatkan timbal balik yang layak untuk tetap lestari dan terjaga keutuhannya, sehingga bumi dan lingkungan tetap bertahan hingga generasi mendatang.
Sumber:
- https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20210112102459-269-592518/ramai-kasus-hewan-liar-terjerat-tersedak-sampah-masker
- https://lifestyle.kompas.com/read/2021/02/06/131705720/limbah-masker-sekali-pakai-ancam-habitat-hewan?page=all
- https://www.theguardian.com/environment/2020/jun/08/more-masks-than-jellyfish-coronavirus-waste-ends-up-in-ocean
- https://www.kompas.com/sains/read/2020/06/11/190300523/dampak-covid-19-sampah-apd-mengapung-di-laut-mediterania?page=all
- https://covid19.kemkes.go.id/download/Pedoman_Kelola_Limbah_Masker_Masyarakat.pdf
- https://www.cnbcindonesia.com/tech/20200921133137-37-188216/ini-standar-masker-kain-menurut-who-buat-lawan-corona
- https://www.suarasurabaya.net/ekonomibisnis/2020/kemenperin-rumuskan-sni-masker-kain-untuk-lindungi-konsumen/
Komentar
Posting Komentar