Langsung ke konten utama

Kajian Air Permukaan di Sekitar Area TPA Bukit Pinang Samarinda






KATA PENGANTAR




Puji syukur atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan karunia-Nya berupa rahmat, sehingga penyusunan Kajian oleh Departemen Kajian dan Penelitian Lingkungan Hidup (KPLH) yang berjudul “Kajian Air Permukaan di Sekitar Area TPA Bukit Pinang Samarinda” dapat di selesaikan tepat pada waktunya.


Penyusunan Kajian ini dilaksanakan berdasarkan isu lingkungan yang ada serta berlandaskan pada Program Kerja Departemen KPLH Himateli Unmul pada periode 2017/2018. Pada penyusunan kajian ini penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu selama penulisan.


Penulis menyadari dalam penyusunan kajian ini masih belum sempurna, sehingga saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan kajian selanjutnya. Penulis berharap kajian ini dapat bermanfaat bagi yang membaca.












Samarinda, 19 September 2018






Penulis



BAB 1

PENDAHULUAN




1.1        Latar Belakang


Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) umumnya menggunakan metoda penimbunan terbuka (open dumping). Sampah yang ditimbun dan dibiarkan terbuka atau tidak ditutup secara harian dengan tanah, dan sistem pengumpulan serta pengolahan air lindi (air sampah) yang tidak optimal dapat mempengaruhi kualitas air tanah dangkal di sekitarnya. Gas metana yang timbul akibat reaksi biokimia sampah sering menimbulkan kebakaran di TPA.


Lindi adalah suatu cairan rembesan yang berasal dari timbulan sampah yang dilewati oleh air hujan dan mengandung unsur-unsur terlarut dan tersuspensi atau cairan lain yang melewati landfill dan bercampur serta tersuspensi dengan zat-zat atau materi yang ada dalam tempat penimbunan (landfill). Lindi sangat berpotensi menyebabkan pencemaran air tanah maupun permukaan.


Masalah yang ada ditempat pemrosesan sampah (TPA) salah satunya adalah adanya air lindi sampah. Lindi sering terkumpul pada pertengahan titik pada suatu lahan urug. Lindi mengandung berbagai turunan senyawa kimia dari pelarutan sampah pada lahan urug dan hasil reaksi kimia dan biokimia yang terjadi pada lahan urug. Apabila penanganan dan pengolahan lindi sampah tidak optimal, lindi sampah ini akan masuk ke dalam air tanah ataupun ikut terbawa dalam aliran permukaan.


Oleh karena itu, dilakukanlah analisis air lindi sampah yang berasal dari TPA Bukit Pinang Samarinda untuk mengetahui kandungan yang terdapat di dalamnya dan pengaruh apa yang dapat ditimbulkan terhadap lingkungan sekitarnya serta upaya dalam menanggulangi pengaruh yang ditimbulkan.




1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut didapatkan rumusan masalah kajian ini, yaitu:

a.         Apa kandungan yang terdapat dalam air lindi sampah TPA Bukit Pinang Samarinda sesuai dengan baku mutu yang terkait?

b.         Apa pengaruh yang ditimbulkan air lindi sampah terhadap lingkungan sekitarnya?

c.         Apa upaya dalam menanggulangi pengaruh yang ditimbulkan air lindi TPA Bukit Pinang Samarinda terhadap lingkungan sekitar?


1.3 Tujuan Kajian


Berdasarkan rumusan masalah tersebut didapatkan tujuan kajian ini, yaitu:

a.         Mengetahui hasil dari pengujian kandungan yang terdapat dalam air lindi sampah TPA Bukit Pinang Samarinda dan membandingkannya dengan baku mutu yang terkait.

b.         Mengetahui pengaruh yang ditimbulkan air lindi sampah terhadap lingkungan sekitarnya.

c.         Mengetahui upaya dalam menanggulangi pengaruh yang ditimbulkan air lindi tersebut.


1.4 Manfaat Kajian


Adapun manfaat dari kajian ini, yaitu:

a.         Meningkatkan pengetahuan mengenai proses dan potensi dari air lindi.

b.         Mengetahui pengaruh yang ditimbulkan air lindi terhadap lingkungan sekitarnya.

c.         Menumbuhkan semangat untuk pola hidup yang baik.

d.         Meningkatkan rasa peduli terhadap lingkungan terutama yang menyangkut hidup manusia.



BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA




2.1 Pengertian Sampah Berdasarkan Regulasi


Sampah merupakan produk samping dari aktivitas manusia sehari-hari, sampah ini apabila tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan tumpukan sampah yang semakin banyak. Menurut UU 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, mendefinisikan sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat. Menurut SNI 19-2454-1991 sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan zat an-organik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah umumnya dalam bentuk sisa makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon, kertas/karton, plastik, kain bekas, kaleng-kaleng, debu sisa penyapuan. Sampah adalah benda padat yang tidak terpakai lagi, tidak diinginkan keberadaanya yang berasal dari aktivitas manusia. Sampah akan menimbulkan masalah apabila tidak dikelola dengan baik (Purwanti, 2004).


2.2. Sumber-Sumber Sampah yang Ada di TPA



Lingkungan merupakan bagian penting dalam suatu kehidupan, tetapi lingkungan banyak tercemar. Pertambahan volume dan keberagaman karakteristik sampah yang semakin meningkat membutuhkanpenanganan dan pengolahan yang baik untuk mengantisipasi timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan.Sampai saat ini pengolahan persampahan seperti daur ulang sampah maupun Tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah berupa landfill (lahan urug) atau insinerator (pembakaran) masih dibutuhkan dalam mengatasi permasalahan persampahan. Kajian ini dimaksudkan untuk mengkaji dampak saluran lindi terhadap lingkungan di tinjau dari aspek kelayakan pengoperasian TPA Galuga. dan untuk mengetahui kegiatan pengoperasian TPA Galuga sehingga dapat memberikan gambaran serta rekomandasi teknis untuk mendukung kelancaran sistem pengoperasian di TPA Galuga. Leachate (air lindi) adalah cairan sampah hasil ekstraksi bahan terlarut maupun tersuspensi dengan kandungan polutan yang tinggi yang terdiri dari senyawa-senyawa kimia hasil dekomposisi sampah dan air yang masuk dalam timbunan sampah yang berasal dari air hujan, saluran drainase, air tanah, atau sumber lain disekitar lokasi TPA. Untuk itu perlu dilakukan pengamatan dan analisa terhadap kualitas air lindi yang timbul khususnya pada musim hujan dan kemarau dengan kuantitas berbeda di setiap musimnya. Dari kajian yang dilakukan pada lokasi TPA Galuga, maka perlu adanya upaya pengolahan terhadap leachate (air lindi) yang ada sebelum dibuang ke badan air penerima atau sungai. Pada kajian ini nilai lindi yang didapat sebesar 1,744 lt/detik sehingga kolam stabilisasi (anaerobik) luas kolam 252 m2, kedalaman 3 m dengan hasil efisiensi sebesar 33% dan kolam fakulatif (aerobik dan anerobik) luas kolam 603 m2, kedalaman 2,5 m dengan hasil efisiensi sebesar 60.0% serta kolam maturasi luas 603 m2, kedalaman 2,5 m dengan hasil efisiensi sebesar 60.0% (Purwanti, 2004).



Terdapat beberapa sumber yang memasok keberadaan sampah-sampah yang disalurkan ke TPA. Mayoritas sampah tersebut berasal dari kegiatan domestik. Adapun sumber-sumber sampah antara lain:

a.                   Sampah dari tempat-tempat komersil.

b.                  Sampah pabrik atau industri.

c.                   Sampah rumah tinggal, kantor, institusi gedung

d.                  Umum dan lainnya serta pekarangan.

e.                   Sampah kandang hewan dan pemotongan hewan.

f.                    Sampah jalan, lapangan dan pertamanan.

g.                  Sampah selokan, roil dan septic tank.

(Purwanti, 2004).


2.3. Pembagian Jenis Sampah


Berdasarkan jenis sampah yang ada, maka pada prinsipnya sampah dapat dibagi menjadi 3, yaitu:

a.                   Sampah padat.
b.                  Sampah cair.

c.                   Sampah dalam bentuk gas. (Purwanti, 2004).


2.4 Karakteristik Sampah yang Terdapat di TPA


Karakteristik sampah dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu sampah organik dan sampahan organik. Sampah organik adalah sampah dengan kandungan bahan yang dapat dengan mudah diuraikan oleh mikroorganisme seperti sampah sayuran dan buah-buahan, sedangkan sampah anorganik adalah jenis sampah yang tidak dapat terurai oleh mikro organisme seperti debu, kaleng dan kaca. Untuk mengetahui jumlah potensi sampah organik, terlebih dahulu harus diketahui persentase komposisi sampahnya (Purwanti, 2004).


Menurut Purwanti (2004), karakteristik sampah dapat digolongkan menjadi sebagai berikut:

a.  Garbage, yakni jenis sampah yang terdiri dari sisa-sisa potongan hewan atau sayuran hasil pengolahan dari dapur rumah tangga, hotel, restoran,semuanya mudah membusuk.

b.  Rubbish, yakni pengolahan yang tidak mudah membusuk. Pertama yang mudah terbakar, seperti kertas, kayu dan sobekan kain. Kedua yang tidak mudah terbakar, misalnya kaleng, kaca dan lain-lain.

c.  Ashes, yakni semua jenis abu dari hasil pembakaran baik dari rumah maupun industri
d.    Street sweeping, yakni sampah dari hasil pembersihan jalanan, seperti halnya kertas, kotoran, daun-daunan dan lain-lain.

e.    Dead animal, yakni bangkai binatang yang mati karena alam, kecelakaan maupun penyakit.

f.     Abandoned vehicle, yakni bangkai kendaraan, seperti sepeda, motor, becak, dan lain lain.

g.    Sampah khusus, yakni sampah yang memerlukan penanganan khusus, misalnya kaleng-kaleng cat, zat radioaktif, sampah pembasmi serangga, obat-obatan dan lain-lain.


2.5. Penjelasan dan Proses yang Terdapat di TPA (Tempat Pemrosesan Akhir)


Permasalahan sampah telah menjadi pemberitaan yang serius di masyarakat. Sampah semakin bertambah dari waktu ke waktu seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, berkembangnya sektor industri dan perubahan pola konsumsi masyarakat. Sampah berasal dari berbagai sumber misalnya ada sampah dari rumah tangga, sampah dari rumah makan, sampah dari pasar, sampah dari kawasan komersial, sampah dari kawasan indutri, sampah dari fasilitas umum. Tempat pemrosesan akhir (TPA) merupakan lokasi pembuangan sampah yang berasal dari berbagai sumber sampah. Kondisi penumpukan sampah di Tempat pemrosesan akhir (TPA) yang sebagian terdiri dari sampah organik (terutama sisa-sisa makanan dan sayuran) akan menimbulkan permasalahan yang sangat komplek, diantaranya timbulnya atau dihasilkannya air lindi hasil dari sampah yang membusuk dan infiltrasi air hujan yang akan berdampak pada kondisi lingkungan sekitar TPA (Rakhmawati, 2016).


Dari berbagai kenyataan yang ada di lapangan, diketahui bahwa penanganan di TPA yang paling sering digunakan adalah sistem pembuangan terbuka (open dumping), dimana sistem ini kurang memperhatikan aspek perlindungan lingkungan. Kondisi penumpukan sampah di TPA yang sebagian terdiri dari berbagai jen is samp ah akan menimbulkan permasalahan yang sangat kompleks, yang akan berdampak terhadap lingkungan. salah satu dampak yang mempengaruhi lingkungan adalah dihasilkannya air lindi (leachate) hasil dari pembusukan sampah di TPA (Rezagama, 2016).


2.6 Penjelasan Air Lindi dan Potensi serta Pengaruhnya Terhadap Lingkungan


Lindi dari TPA adalah air limbah yang memiliki kandungan zat organik yang tinggi diantaranya COD berkisar 150 - 400.000 mg/l, Nitrit berkisar 1-1500 mg/L serta BOD 200 - 2000 mg/L. Air lindi (leachate) dari pembusukan sampah tersebut akan bercampur dengan air hujan dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Air lindi merupakan cairan yang berbahaya karena mengandung logam yang bersifat toksik. Apabila air lindi dibiarkan begitu saja maka akan mencemari lingkungan sekitar TPA. Air lindi dapat digolongkan sebagai senyawa yang sulit didegradasi, yang mengandung bahan-bahan polimer (makro molekul) dan bahan organik sintetik. Air lindi sebagai hasil akibat dari perkolasi air hujan melalui sel sampah, proses biokimia dalam sel sampah dan kadar air yang melekat pada sampah yang berada pada sel sampah itu sendiri. Jika tidak diolah dengan baik dapat meresap ke dalam tanah dan menyebabkan pencemaran tanah serta air tanah. Air lindi juga mengandung logam bahan organik, anorganik, mikroorganisme, serta logam berat yang cukup tinggi. Kandungan logam berat ini diketahui sangat berbahaya bagi lingkungan, karena sifat logam berat yang akumulatif menyebabkan kandungannya selalu bertambah dan dapat mengurangi kebersihan air di lingkungan sekitar, dan jika air tersebut digunakan untuk keperluan sehari-hari, maka kandungan logam berat yang terakumulasi dalam air tersebut akan terakumulasi juga dalam tubuh mahkluk hidup dan merusak ekosistem (Usman, 2014).



Air lindi yang meresap ke dalam tanah yang berpotensi bercampur dengan air tanah sehingga menimbulkan pencemaran tanah, air tanah dan air permukaan. Komposisi limbah lindi dari berbagai TPA berbeda-beda bergantung pada musim, jenis limbah, umur TPA. Proses dalam TPA menghasilkan molekul organik yang ditunjukkan dengan rendahnya rasio BOD/COD dan tingginya nilai NH3-N. Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang melarutkan banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan pencemar yang sangat tinggi, khususnya zat organik. Cairan tersebut kemudian mengisi rongga-rongga pada sampah, bila kapasitasnya telah melampaui kapasitas tekanan air dari sampah, maka cairan tersebut akan keluar dan mengekstraksi bahan organik dan an-organik hasil proses físika, kimia dan biologis yang terjadi pada sampah, sehingga sangat berpotensi menyebabkan pencemaran air, baik air permukaan, air tanah maupun air bawah tanah, dan perlu dikelola dengan baik (Pinem, 2014).


Pada umumnya air lindi memiliki nilai rasio BOD/COD sangat rendah (<0,4). Nilai rasio yang sangat rendah ini mengindikasikan bahwa bahan organik yang terdapat dalam air lindi bersifat sulit untuk didegradasi secara biologis. Angka perbandingan yang semakin rendah mengindikasikan bahan organik yang sulit terurai tinggi (Alaerts, 1984).



BAB 3

METODE KAJIAN




3.1 Waktu dan Lokasi Kajian


Kajian mengenai “Kajian Air Permukaan di Sekitar Area TPA Bukit Pinang Samarinda” ini dilaksanakan observasi dan pengambilan sampel lapangan pada Hari Jum’at, tanggal 22 September 2017, di area Kampung Pulung dekat Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Bukit Pinang, Kelurahan Bukit Pinang, Kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur. Pelaksanaan Uji Air Sampel dilaksanakan pada Hari Jum’at tanggal 22 September 2017 hingga 13 Oktober 2017 di Laboratorium BARISTAND Industri Samarinda dan pelaksanaan kajian yaitu dari 2 Februari 2018 hingga 14 September 2018. Lokasi Kajian ini yaitu Kampung Pulung (samping TPA Bukit Pinang), Kelurahan Bukit Pinang, Kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda. Terdapat aliran sungai kecil di lokasi ini, dimana ditemukan mengandung limpasan air lindi.


3.2 Metode Pengambilan Data


Data yang diambil pada kajian ini terdiri dari dua macam data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data-data terkait untuk faktor-faktor pendukung kajian yang di ambil langsung di lapangan. Daerah yang menjadi area sampling yaitu di Kampung Pulung, Kelurahan Bukit Pinang, Kecamatan Bukit Pinang, Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur. Pemilihan lokasi ini didasari karena area tersebut terdapat sebuah kampong permukiman warga yang berdampingan dengan TPA, sehingga ingin diketahui apakah ada indikasi pencemaran pada air tanahnya. Data primer didapat melalui observasi, pengukuran langsung, dan melakukan wawancara kepada warga sekitar. Data sekunder didapatkan melalui studi literature mengenai air lindi dan keadaan geografis seputar TPA. Data sekunder juga didapat melalui pengumpulan informasi-informasi terkait kebutuhan kajian untuk mendukung data-data primer yang ada, sehingga dapat dilakukannya analisis lebih lanjut.



3.3 Alat dan Bahan


3.3.1 Alat

Pada kajian ini digunakan beberapa alat yaitu:

1.         Botol Sampling

2.         Gunting

3.         GPS

4.         Kamera

5.         Ember


3.3.2 Bahan

Pada kajian ini digunakan beberapa bahan yaitu:

1.         Masker

2.         Sarung tangan

3.         Tali rafia

4.         Kantong plastik

5.         Kertas label

6.         Tisu



3.4 Metode Analisis Data


Analisis data untuk kajian kali ini dilakukan melalui 5 (lima) tahap. Tahap pertama yaitu mengidentifikasi kondisi nyata di sekitar lokasi kajian. Tahap kedua yaitu melakukan uji terhadap air sampel yang telah diambil dari lokasi sampling. Tahap ketiga yaitu menganalisis hasil uji laboratorium, mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kondisi air di lokasi kajian. Tahap keempat yaitu dilakukannya analisis terhadap faktor-faktor penyebab kondisi air tersebut. Tahap kelima yaitu pengambilan kesimpulan mengenai kondisi air di lokasi tersebut dan memberikan solusi terhadap keadaan air tersebut.




BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Pengujian Air Sampel


Tabel 4.1 Hasil Pengujian




Hasil Uji






No
Parameter
Satuan
TPA Samarinda
Metode Uji
(Gunung Sampah







Bukit Pinang)

1.
BOD
mg/L
151
SNI 6989-72.2009
2.
COD
mg/L
1201
SNI 6989.73:2009
3.
Alkalinitas*
mg/L
3703
Standard Methods-Ed-




22;2012
4.
pH (Lab)
-
8,52
SNI 06-6989.11-2004
5.
Kadmium (Cd)
mg/L
< 0,001
SNI 6989.16-2009
6.
Timbal (Pb)
mg/L
< 0,01
SNI 6989.8-2009
Sumber: Data Sekunder, 2017


4.2 Pembahasan


4.2.1 Analisis Lokasi Sampling

Lokasi pengambilan sampel air lindi dilakukan di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Bukit Pinang, TPA ini berlokasi di Kelurahan Bukit Pinang, Kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur. Keadaan dari lokasi penelitian yang dilakukan di TPA Bukit Pinang yang paling mencolok adalah dari aroma yang sangat menusuk hidung yang dapat tercium saat pertama kali memasuki daerah TPA, pada jalan masuk terdapat 2 jalan, salah satunya menuju tumpukan sampah, dan yang lainnya menuju rumah warga yang terdapat di dekat TPA. Kondisi jalan untuk sampai ke daerah perumahan warga cukup berbahaya karena kondisi jalanan menurun dan didominasi oleh kerikil, kondisi jalan pun basah yang membuat jalanan sedikit licin. Akses menuju tempat pengambilan sampel menggunakan jalan setapak yang dikelilingi tumbuhan liar. Pada lokasi pengambilan sampel juga terdapat aliran air kecil, kondisi air berwarna hitam seperti warna kopi. Di dekat titik pengambilan sampel terdapat 1 rumah warga, terdapat juga kebun sayur.




4.2.2 Analisis Kondisi Air

Nilai baku mutu untuk parameter air lindi yang diperbolehkan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.59/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016/ tentang Baku Mutu Lindi Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah antara lain untuk nilai pH berkisar 6-9, BOD 150 mg/L, COD 300 mg/L, TSS 100 mg/L, N total 60 mg/L, Merkuri 0,005 mg/L dan Kadmium 0,1 mg/L. Dengan membandingkan hasil pengujian dari air lindi yang di-peroleh di TPA Bukit Pinang Samarinda dengan baku mutu tersebut maka terdapat beberapa parameter yang telah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan tersebut yakni BOD sebesar 151 mg/L dan COD 1201 mg/L, COD sebesar 1201 mg/L, sedangkan untuk nilai pH masih sesuai denganbaku mutu yakni sebesar 8,52 dan cadmium yang nilainya kurang dari 0,001 mg/L sedangkan untuk 2 parameter lainnya yakni alkalinitas dan timbal tidak terdapat nilai baku mutunya.


4.2.3 Analisis Kondisi Warga

Permukiman Kampung Pulung merupakan permukiman yang berada tepat di samping Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Bukit Pinang. Permukiman Kampung Pulung merupakan bagian dari wilayah RT.14 Kelurahan Bukit Pinang, Kecamatan Samarinda Ulu, Samarida, Kalimantan Timur. Permukiman ini terdiri dari 38 rumah dengan 32 KK. Kampung Pulung sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai sopir truk pengangkut sampah, pengangkut sampah kota, peternak sapi, dan pemulung. Masyarakat Kampung Pulung hidup berdampingan dengan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Bukit Pinang. Hal tersebut menjadikan tingkat kesehatan, ekonomi dan sanitasi menjadi buruk. Adapun, anak-anak Kampung Pulung semuanya mengenyam pendidikan bangku sekolah yang formal. Semua aspek ini kemudian memberikan efek terciptanya tingkat kesehatan yang rendah.


4.2.4 Dampak Pencemaran

Adapun dampak yang berpotensi ditimbulkan akibat dari pencemaran yang ada yaitu:

a.         Dampak pada lingkungan sekitar
Terjadinya infiltrasi akibat adanya pori-pori pada tanah, memungkinkan air lindi yang berada di permukaan tanah dapat ikut termasuk ke dalam tanah. Akibat adanya potensi tersebut, lambat laun air lindi dapat mempengaruhi kondisi tanah, bahkan air tanah. Terlebih komposisi air lindi yang mengandung bahan logam berat. Tanah yang tercemar logam berat akan mempengaruhi tanaman yang hidup dan memiliki 3 potensi, yaitu dapat mematikan tanaman, menghambat pertumbuhan tanaman dan berbahaya jika memasuki badan tubuh tanaman, terutama tanaman yang di konsumsi.

b.         Dampak pada warga sekitar

Dampak yang dirasakan ke warga ialah ada kebersihan lingkungan serta kesehatan warga. Air lindi yang mengeluarkan bau yang tidak sedap akan mengakibatkan ketidaknyamanan pada warga yang hidup disekitar area tersebut.


4.2.5 Pengendalian Terhadap Dampak


4.2.5.1 Pengendalian Terhadap Dampak Terhadap TPA

Pada sebuah lahan urung yang baik biasanya dibutuhkan sistem pelapis dasar, yang bersasaran mengurangi mobilitas lindi ke dalam air tanah. Sebuah liner yang efektif akan mencegah migrasi cemaran ke lingkungan, khususnya ke dalam air tanah. Pada kenyataannya belum didapat sistem liner yang efektif 100% karenanya juga dibutuhkan sistem pengumpulan lindi. Oleh karenanya, dasar sebuah lahan urung akan terdiri dari:

a.         Lapisan-lapisan bahan liner untuk mencegah migrasi cemaran ke luar lahan urug.

b.         Sistem pengumpulan lindi.


Sistem pelapis tersebut dapat berupa bahan alami (seperti : tanah liat, bentonite) maupun sintetis. Penggunaan bahan liner tersebut bisa secara tunggal maupun kombinasi antara keduanya yang dikenal sebagai geokomposit, tergantung fungsi yang dibutuhkan. Formasi lapisan dan jenis bahan liner ini bermacam-macam tergantung pada karakteristik buangan padat yang ditimbun. Jenis sampah kota, merekomendasikan cukup mengaplikasikan sistem singled liner dengan jenis bahan liner berupa clay.


Pelapis dasar yang dianjurkan adalah dengan geosintetis atau dikenal sebagai flexible membrane liner (FML). Jenis geosintetis yang biasa digunakan sebagai pelapis dasar adalah :

1.  Geotextile sebagai filter

2.  Geonet sebagai sarana drainase

3.  Geomembrane dan geokomposit sebagai lapisan penghalang.


Sistem pengumpul lindi yang umum digunakan adalah menggunakan pipa berlubang yang ditempatkan dalam saluran, kemudian diselubungi batuan, si lindi di dasar suatu lahan urug, dasar lahan urug ditata menjadi susunan teras-teras dengan kemiringan tertentu (1-5%) sehingga lindi akan mengalir ke saluran pengumpul (0,5-1%). Air lindi dialirkan ke unit pengolahan atau resirkulasi setiap saluran pengumpul dilengkapi dengan pipa berlubang. Kemiringan dan panjang maksimum saluran pengumpul dirancang berdasarkan kapasitas fasilitas saluran pengumpul. Memperkirakan kapasitas fasilitas saluran pengumpul dipergunakan persamaan Manning. Piped Bottom Dasar lahan urug dibagi menjadi beberapa persegi panjang yang dipisahkan oleh pemisah tanah liat. Lebar pemisah tersebut tergantung dari lebar sel. Pipa-pipa pengumpul lindi ditempatkan sejajar dengan panjang sel dan diletakkan langsung pada geomembrane. Penutup Akhir beberapa fungsi dari sistem penutup akhir tersebut adalah :

1.    Meminimasi infiltrasi air hujan ke dalam tumpukan sampah setelah lahan urung selesai dipakai

2.    Mengontrol emisi gas dari lahan urug ke lingkungan

3.    Mengontrol binatang dan vektor-vektor penyakit yang dapat menyebabkan penyakit pada ekosistem

4.    Mengurangi resiko kebakaran

5.    Menyediakan permukaan yang cocok untuk berbagai kegunaan setelah lahan urug selesai digunakan, seperti untuk taman rekreasi dan lain-lain

6.    Elemen utama dalam reklamasi lahan
7.    Mencegah kemungkinan erosi

8.    Memperbaiki tampilan lahan urug dari segi estetika.


Sistem penutup akhir lahan urug terdiri dari beberapa bagian. Bagian atas biasanya beberapa tanah yang berfungsi sebagai pelindung dan media pendukung tanaman (top soil). Apabila tanah yang terdapat di lokasi tidak memenuhi persyaratan maka diperlukan perbaikan. Perbaikan ini dilakukan dengan cara mencampur atau mengganti tanah tersebut dengan tanah dari lokasi lain. Tebal lapisan top soil ini adalah 60 cm. Lapisan di bawah top soil berfungsi sebagai sistem drainase. Lapisan ini menyalurkan sebanyak mungkin presipitasi yang masuk sehingga tidak mengalir ke lapisan di bawahnya. Materi yang biasa digunakan berupa materi berpori, seperti: pasir, kerikil, dan bahan sintetis, seperti geonet. Tebal lapisan ini sekitar 30 cm. Berikutnya adalah lapisan penahan. Materi yang biasa digunakan adalah geokomposit (geomembrane dan tanah liat yang dipadatkan). Ketebalan geomembrane yang dianjurkan adalah lebih besar dari 2,5 mm, sedangkan untuk tanah liat adalah lebih besar dari 50 cm. Di bawah lapisan penahan terdapat lapisan sistem ventilasi gas. Sistem ini mutlak diperlukan untuk sampah kota, karena sebagian besar sampah tersebut merupakan bahan organik yang dapat diuraikan secara biologis. Pada kondisi aerob, gas yang dihasilkan sebagian besar berupa karbon dioksida dan methane; oleh karena itu pemanfaatan gas bio tersebut dapat dijadikan suatu alternatif sumber energi. Lapisan sistem ventilasi gas terdiri dari media berpori seperti pasir/kerikil atau berupa sistem perpipaan. Lapisan terbawah dari sistem penutup akhir adalah lapisan subgrade. Lapisan ini dibutuhkan untuk meningkatkan kestabilan permukaan lahan urug. Selain itu lapisan ini membantu pembentukan kemiringan yang diinginkan guna mempercepat drainase lateral dan mengurangi tinggi hidrolis. Ketebalan lapisan ini biasanya 30 cm. Selain sistem penutup akhir tersebut, untuk mengurangi limpasan air yang masuk ke dalam lahan urug, dilakukan pengaturan kemiringan, juga dilengkapi dengan drainase permukaan dan penanaman tanaman. Dari segi komponen, kandungan pada lindi tidak berbeda dengan air buangan domestik. Namun zat organik yang terkandung pada lindi dari timbunan sampah domestik sangat tinggi konsentrasinya. Hal ini ditunjukkan dari sangat tingginya kadar  

BOD5 pada lindi yaitu sekitar 2.000 - 30.000. Sistem pengolahan lindi dibagi menjadi dua tingkat, yaitu pengolahan sekunder dan pengolahan tersier. Untuk pengolahan sekunder akan diuraikan gambaran singkat tentang unit kolam stabilisasi (fakultatif dan anaerob) dan kolam aerasi.


4.2.5.2 Pengendalian Terhadap Dampak Terhadap Warga

Pengendalian pencemaran terhadap air lindi kepada warga di Kampung Pulung dapat diuraikan sebagai berikut:

a.         Mengedukasi warga mengenai realita lingkungan tempat mereka tinggal sangat berpotensi menjadi sumber penyakit bagi warga.

b.         Mengedukasi warga mengenai PHBS sebagai upaya dini proteksi pada pribadi warga.

c.         Melakukan kegiatan gotong royong untuk membersihkan area lingkungan sekitar.

d.         Memindahkan lahan dan pemukiman warga ke tempat relokasi yang lebih baik dan jauh dari lokasi disekitar TPA Bukit Pinang.


BAB 5

PENUTUP




5.1        Kesimpulan


Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

a.  Nilai baku mutu untuk parameter air lindi yang diperbolehkan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.59/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016/ tentang Baku Mutu Lindi Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah antara lain untuk nilai pH berkisar 6-9, BOD 150 mg/L, COD 300 mg/L, TSS 100 mg/L, N total 60 mg/L, Merkuri 0,005 mg/L dan Kadmium 0,1 mg/L. Dengan membandingkan hasil pengujian dari air lindi yang di-peroleh di TPA Bukit Pinang Samarinda dengan baku mutu tersebut maka terdapat be-berapa parameter yang telah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan tersebut yakni BOD sebesar 151 mg/L dan COD 1201 mg/L, COD sebesar 1201 mg/L, sedangkan un-tuk nilai pH masih sesuai dengan baku mutu yakni sebesar 8,52 dan cadmium yang nilainya kurang dari 0,001 mg/L sedangkan untuk 2 parameter lainnya yakni alkalinitas dan timbal tidak terdapat nilai baku mutunya.

b.    Dampak pada lingkungan sekitar yaitu terjadinya infiltrasi akibat adanya pori-pori pada tanah, memungkinkan air lindi yang berada di permukaan tanah dapat ikut termasuk ke dalam tanah. Akibat adanya potensi tersebut, lambat laun air lindi dapat mempengaruhi kondisi tanah, bahkan air tanah. Terlebih komposisi air lindi yang mengandung bahan logam berat. Tanah yang tercemar logam berat akan mempengaruhi tanaman yang hidup dan memiliki 3 potensi, yaitu dapat mematikan tanaman, menghambat pertumbuhan tanaman dan berbahaya jika memasuki badan tubuh tanaman, terutama tanaman yang di konsumsi. Kemudian, dampak pada warga sekitar yaitu dampak yang dirasakan ke warga ialah ada kebersihan lingkungan serta kesehatan warga. Air lindi yang mengeluarkan bau yang tidak sedap akan mengakibatkan ketidaknyamanan pada warga yang hidup disekitar area tersebut.
c.     Pengendalian dampak dapat dilakukan pada sumber dan subjek yang berpotensi terkena dampak oleh pencemaran. Pengendalian pada dampak dilakukan di TPA yaitu dengan merekayasa permukaan dasar TPA agar memiliki lapisan yang dapat mencegah air lindi langsung terinfiltrasi ke tanah ataupun bocor atau terlimpas ke permukaan tanah lainnya. Beberapa teknologi yang disarankan yaitu dengan menggunakan membran pelapis dasar seperti geomembrane. Kemudian, pengendalian dampak dapat dilakukan pada subjek yaitu warga sekitar yang tinggal di area tersebut. Kegiatan yang dapat dilakukan diantaranya adalah mengedukasi warga mengenai realita lingkungan tempat mereka tinggal sangat berpotensi menjadi sumber penyakit bagi warga, mengedukasi warga mengenai PHBS sebagai upaya dini proteksi pada pribadi warga dan melakukan kegiatan gotong royong untuk membersihkan area lingkungan sekitar. Kemudian, solusi yang paling tepat adalah memindahkan lahan dan pemukiman warga ke tempat relokasi yang lebih baik dan jauh dari lokasi disekitar TPA Bukit Pinang.


5.2        Saran


Sebaiknya pada kajian selanjutnya dilakukan pengambilan sampel pada titik lain di sepanjang sungai kecil tempat air lindi di alirkan.


DAFTAR PUSTAKA




Arya Rezagama., dkk, 2016, Penyisihan Limbah Organik Air Lindi TPA Jatibarang Menggunakan Koagulasi-Flokulasi Kimia, Universitas Diponegoro, Semarang.


Erna A Rakhmawati,.dkk, 2016, Kajian Pengelolahan Air lindi (leachete) di Lingkungan Tempat pemrosesan akhir (TPA) Putri Cempo Surakarta Berbasis Kemanfaatan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.


Heny Purwanti, 2004, Kajian Dampak Saluran Lindi Terhadap Lingkungan ditinjau dari Aspek Pengoperasian TPA Galuga, Studi Kasus Tempat pemrosesan akhir Galuga Kecamatan Cibung Bulang Kabupaten Bogor.


Jhon Armedi Pinem., dkk, 2014, Pengolahan Air Lindi TPA Muara Fajar dengan Ultrafiltrasi, Universitas Riau Kampus Binawidya, Pekanbaru.


Sarip Usman & Imam santosa, 2014, Pengolahan Air Limbah Sampah (Lindi) dari Tempat pemrosesan akhir Sampah (TPA) Menggunakan Metode Constructed Wetland, Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang, Tanjungkarang.



LAMPIRAN



Komentar

Postingan populer dari blog ini

KUALITAS KASGOT PADA PERKEMBANGBIAKAN MAGGOT DALAM BENTUK PAKAN SAMPAH ORGANIK

1.       PENDAHULUAN Timbulan sampah meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan pola konsumsi manusia. Sampah merupakan salah satu bentuk konsekuensi dari adanya aktivitas alam maupun manusia yang belum memiliki nilai ekonomis. Tidak dapat dipungkiri, sampah akan selalu ada selama aktivitas kehidupan masih terus berjalan. Dalam upaya penanganan permasalahan sampah diperlukan adanya kerjasama yang nyata antara pemerintah dan masyarakat demi terwujudnya lingkungan yang bersih dan nyaman yang didambakan bersama. Peraturan Pemerintah No 81 Tahun 2012 memberikan arahan agar pengelolaan sampah dengan paradigma kumpul angkut buang berubah menjadi model pengelolaan sampah yang didasari dengan pengurangan dan penanganan sampah di sumber. Pola pikir masyarakat diarahkan pada kegiatan pengurangan sampah dan penanganannya (Auliani, 2021) .   Menurut data Badan Pusat Statistik Kota Samarinda tahun 2021 tercatat sampah yang terangkut sebesar 661,740.00 kg, dengan persentase

Analisis Tingkat Kenyamanan Ruang Terbuka Hijau Taman Cerdas Kota Samarinda Berdasarkan Temperature Humidity Index

   KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan Kepada Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya maka laporan kajian dan penelitian yang berjudul “Analisis Tingkat Kenyamanan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Taman Cerdas Kota Samarinda Berdasarkan Temperature Humidity Index (THI)” ini dapat diselesaikan dengan baik. Laporan kajian dan penelitian ini disusun sebagai bentuk pemenuhan salah satu program kerja HIMATELI UNMUL yaitu pelaksanaan kajian dan penelitian berbasis lingkungan hidup, dimana dalam laporan ini dijelaskan secara lengkap dan terperinci mengenai  hal-hal yang mengenai tentang bagaimana suhu dan kelembapan udara di Taman Cerdas Kota Samarinda serta tingkat kenyamanan pada lokasi penelitian berdasarkan THI. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Kajian dan Penelitian ini masih banyak kekurangan, baik dari segi isi, penulisan maupun kata-kata yang digunakan, hal tersebut tidak lepas karena keterbatasan data dan referensi maupun kemampuan penulis. Oleh karena itu,