KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala
yang telah memberikan karunia-Nya berupa rahmat, sehingga penyusunan Kajian
oleh Departemen Kajian dan Penelitian Lingkungan Hidup (KPLH) yang berjudul “Kajian
Air Permukaan di Sekitar Area TPA Bukit Pinang Samarinda” dapat di selesaikan
tepat pada waktunya.
Penyusunan Kajian ini dilaksanakan berdasarkan isu
lingkungan yang ada serta berlandaskan pada Program Kerja Departemen KPLH
Himateli Unmul pada periode 2017/2018. Pada penyusunan kajian ini penulis
banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
selama penulisan.
Penulis menyadari dalam penyusunan kajian ini masih
belum sempurna, sehingga saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan demi perbaikan kajian selanjutnya. Penulis berharap kajian ini dapat
bermanfaat bagi yang membaca.
Samarinda,
19 September 2018
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) umumnya menggunakan metoda
penimbunan terbuka (open dumping).
Sampah yang ditimbun dan dibiarkan terbuka atau tidak ditutup secara harian dengan tanah, dan sistem
pengumpulan serta pengolahan air lindi (air sampah) yang tidak optimal dapat
mempengaruhi kualitas air tanah dangkal di sekitarnya. Gas metana yang timbul
akibat reaksi biokimia sampah sering menimbulkan kebakaran di TPA.
Lindi adalah suatu cairan rembesan yang berasal
dari timbulan sampah yang dilewati oleh air hujan dan mengandung unsur-unsur
terlarut dan tersuspensi atau cairan lain yang melewati landfill dan bercampur serta tersuspensi dengan zat-zat atau materi
yang ada dalam tempat penimbunan (landfill).
Lindi sangat berpotensi menyebabkan pencemaran air tanah maupun permukaan.
Masalah yang ada ditempat pemrosesan sampah (TPA)
salah satunya adalah adanya air lindi sampah. Lindi sering terkumpul pada
pertengahan titik pada suatu lahan urug. Lindi mengandung berbagai turunan
senyawa kimia dari pelarutan sampah pada lahan urug dan hasil reaksi kimia dan
biokimia yang terjadi pada lahan urug. Apabila penanganan dan pengolahan lindi
sampah tidak optimal, lindi sampah ini akan masuk ke dalam air tanah ataupun
ikut terbawa dalam aliran permukaan.
Oleh karena itu, dilakukanlah analisis air lindi
sampah yang berasal dari TPA Bukit Pinang Samarinda untuk mengetahui kandungan
yang terdapat di dalamnya dan pengaruh apa yang dapat ditimbulkan terhadap
lingkungan sekitarnya serta upaya dalam menanggulangi pengaruh yang
ditimbulkan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut didapatkan rumusan masalah kajian ini, yaitu:
a.
Apa kandungan yang terdapat dalam
air lindi sampah TPA Bukit Pinang Samarinda sesuai dengan baku mutu yang terkait?
b.
Apa pengaruh yang ditimbulkan air lindi sampah
terhadap lingkungan sekitarnya?
c.
Apa upaya dalam menanggulangi
pengaruh yang ditimbulkan air lindi TPA Bukit Pinang Samarinda terhadap
lingkungan sekitar?
1.3 Tujuan Kajian
Berdasarkan
rumusan masalah tersebut didapatkan tujuan kajian ini, yaitu:
a.
Mengetahui hasil dari pengujian
kandungan yang terdapat dalam air lindi sampah TPA Bukit Pinang Samarinda dan
membandingkannya dengan baku mutu yang terkait.
b.
Mengetahui pengaruh yang
ditimbulkan air lindi sampah terhadap lingkungan sekitarnya.
c.
Mengetahui upaya dalam
menanggulangi pengaruh yang ditimbulkan air lindi tersebut.
1.4 Manfaat Kajian
Adapun
manfaat dari kajian ini, yaitu:
a.
Meningkatkan pengetahuan mengenai proses dan
potensi dari air lindi.
b.
Mengetahui pengaruh yang ditimbulkan air lindi
terhadap lingkungan sekitarnya.
c.
Menumbuhkan semangat untuk pola hidup yang baik.
d.
Meningkatkan rasa peduli terhadap
lingkungan terutama yang menyangkut hidup manusia.
BAB 2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Pengertian Sampah Berdasarkan Regulasi
Sampah merupakan produk samping dari aktivitas
manusia sehari-hari, sampah ini apabila tidak dikelola dengan baik akan
mengakibatkan tumpukan sampah yang semakin banyak. Menurut UU 18 tahun 2008
tentang pengelolaan sampah, mendefinisikan sampah sebagai sisa kegiatan
sehari-hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat. Menurut SNI
19-2454-1991 sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik
dan zat an-organik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar
tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah
umumnya dalam bentuk sisa makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon,
kertas/karton, plastik, kain bekas, kaleng-kaleng, debu sisa penyapuan. Sampah
adalah benda padat yang tidak terpakai lagi, tidak diinginkan keberadaanya yang
berasal dari aktivitas manusia. Sampah akan menimbulkan masalah apabila tidak
dikelola dengan baik (Purwanti, 2004).
2.2. Sumber-Sumber Sampah yang Ada di TPA
Lingkungan merupakan bagian penting dalam suatu
kehidupan, tetapi lingkungan banyak tercemar. Pertambahan volume dan
keberagaman karakteristik sampah yang semakin meningkat membutuhkanpenanganan
dan pengolahan yang baik untuk mengantisipasi timbulnya dampak negatif terhadap
lingkungan.Sampai saat ini pengolahan persampahan seperti daur ulang sampah
maupun Tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah berupa landfill (lahan urug) atau insinerator (pembakaran) masih
dibutuhkan dalam mengatasi permasalahan persampahan. Kajian ini dimaksudkan
untuk mengkaji dampak saluran lindi terhadap lingkungan di tinjau dari aspek
kelayakan pengoperasian TPA Galuga. dan untuk mengetahui kegiatan pengoperasian
TPA Galuga sehingga dapat memberikan gambaran serta rekomandasi teknis untuk
mendukung kelancaran sistem pengoperasian di TPA Galuga. Leachate (air lindi) adalah cairan
sampah hasil ekstraksi bahan terlarut maupun tersuspensi dengan kandungan
polutan yang tinggi yang terdiri dari senyawa-senyawa kimia hasil dekomposisi
sampah dan air yang masuk dalam timbunan sampah yang berasal dari air hujan,
saluran drainase, air tanah, atau sumber lain disekitar lokasi TPA. Untuk itu
perlu dilakukan pengamatan dan analisa terhadap kualitas air lindi yang timbul
khususnya pada musim hujan dan kemarau dengan kuantitas berbeda di setiap
musimnya. Dari kajian yang dilakukan pada lokasi TPA Galuga, maka perlu adanya
upaya pengolahan terhadap leachate
(air lindi) yang ada sebelum dibuang ke badan air penerima atau sungai. Pada
kajian ini nilai lindi yang didapat sebesar 1,744 lt/detik sehingga kolam
stabilisasi (anaerobik) luas kolam 252 m2, kedalaman 3 m dengan hasil efisiensi sebesar 33% dan kolam fakulatif
(aerobik dan anerobik) luas kolam 603 m2, kedalaman 2,5 m dengan hasil efisiensi sebesar 60.0% serta kolam
maturasi luas 603 m2, kedalaman 2,5 m dengan hasil efisiensi sebesar 60.0% (Purwanti, 2004).
Terdapat beberapa sumber yang memasok keberadaan
sampah-sampah yang disalurkan ke TPA. Mayoritas sampah tersebut berasal dari
kegiatan domestik. Adapun sumber-sumber sampah antara lain:
a.
Sampah dari tempat-tempat komersil.
b.
Sampah pabrik atau industri.
c.
Sampah rumah tinggal, kantor, institusi gedung
d.
Umum dan lainnya serta pekarangan.
e.
Sampah kandang hewan dan pemotongan hewan.
f.
Sampah jalan, lapangan dan pertamanan.
g.
Sampah selokan, roil dan septic tank.
(Purwanti,
2004).
2.3. Pembagian Jenis Sampah
Berdasarkan jenis sampah yang ada, maka pada prinsipnya sampah dapat
dibagi menjadi 3, yaitu:
a.
Sampah padat.
b.
Sampah cair.
c.
Sampah dalam bentuk gas.
(Purwanti, 2004).
2.4 Karakteristik Sampah yang Terdapat di TPA
Karakteristik sampah dapat diklasifikasikan menjadi
dua jenis, yaitu sampah organik dan sampahan organik. Sampah organik adalah
sampah dengan kandungan bahan yang dapat dengan mudah diuraikan oleh
mikroorganisme seperti sampah sayuran dan buah-buahan, sedangkan sampah
anorganik adalah jenis sampah yang tidak dapat terurai oleh mikro organisme
seperti debu, kaleng dan kaca. Untuk mengetahui jumlah potensi sampah organik,
terlebih dahulu harus diketahui persentase komposisi sampahnya (Purwanti,
2004).
Menurut Purwanti (2004), karakteristik sampah dapat
digolongkan menjadi sebagai berikut:
a. Garbage, yakni jenis sampah yang terdiri dari sisa-sisa potongan hewan atau sayuran hasil pengolahan dari dapur
rumah tangga, hotel, restoran,semuanya mudah membusuk.
b. Rubbish, yakni pengolahan yang tidak mudah membusuk. Pertama yang mudah terbakar, seperti kertas, kayu dan
sobekan kain. Kedua yang tidak mudah terbakar, misalnya kaleng, kaca dan
lain-lain.
c. Ashes, yakni semua jenis abu dari hasil pembakaran baik dari rumah maupun industri
d.
Street sweeping, yakni sampah dari hasil
pembersihan jalanan, seperti halnya kertas,
kotoran, daun-daunan dan lain-lain.
e.
Dead animal, yakni bangkai binatang yang
mati karena alam, kecelakaan maupun penyakit.
f.
Abandoned vehicle, yakni bangkai kendaraan,
seperti sepeda, motor, becak, dan lain lain.
g.
Sampah khusus, yakni sampah yang
memerlukan penanganan khusus, misalnya kaleng-kaleng cat, zat radioaktif,
sampah pembasmi serangga, obat-obatan dan lain-lain.
2.5. Penjelasan dan Proses yang
Terdapat di TPA (Tempat Pemrosesan Akhir)
Permasalahan sampah telah menjadi pemberitaan yang
serius di masyarakat. Sampah semakin bertambah dari waktu ke waktu seiring
dengan pertambahan jumlah penduduk, berkembangnya sektor industri dan perubahan
pola konsumsi masyarakat. Sampah berasal dari berbagai sumber misalnya ada
sampah dari rumah tangga, sampah dari rumah makan, sampah dari pasar, sampah dari
kawasan komersial, sampah dari kawasan indutri, sampah dari fasilitas umum.
Tempat pemrosesan akhir (TPA) merupakan lokasi pembuangan sampah yang berasal
dari berbagai sumber sampah. Kondisi penumpukan sampah di Tempat pemrosesan
akhir (TPA) yang sebagian terdiri dari sampah organik (terutama sisa-sisa
makanan dan sayuran) akan menimbulkan permasalahan yang sangat komplek,
diantaranya timbulnya atau dihasilkannya air lindi hasil dari sampah yang
membusuk dan infiltrasi air hujan yang akan berdampak pada kondisi lingkungan
sekitar TPA (Rakhmawati, 2016).
Dari berbagai kenyataan yang ada di lapangan,
diketahui bahwa penanganan di TPA yang paling sering digunakan adalah sistem
pembuangan terbuka (open dumping),
dimana sistem ini kurang memperhatikan aspek perlindungan lingkungan. Kondisi
penumpukan sampah di TPA yang sebagian terdiri dari berbagai jen is samp ah
akan menimbulkan permasalahan yang sangat kompleks, yang akan berdampak
terhadap lingkungan. salah satu dampak yang mempengaruhi lingkungan adalah dihasilkannya
air lindi (leachate) hasil dari
pembusukan sampah di TPA (Rezagama, 2016).
2.6 Penjelasan Air Lindi dan
Potensi serta Pengaruhnya Terhadap Lingkungan
Lindi dari TPA adalah air limbah yang memiliki
kandungan zat organik yang tinggi diantaranya COD berkisar 150 - 400.000 mg/l,
Nitrit berkisar 1-1500 mg/L serta BOD 200 - 2000 mg/L. Air lindi (leachate) dari pembusukan sampah
tersebut akan bercampur dengan air hujan dan menimbulkan bau yang tidak sedap.
Air lindi merupakan cairan yang berbahaya karena mengandung logam yang bersifat
toksik. Apabila air lindi dibiarkan begitu saja maka akan mencemari lingkungan
sekitar TPA. Air lindi dapat digolongkan sebagai senyawa yang sulit
didegradasi, yang mengandung bahan-bahan polimer (makro molekul) dan bahan
organik sintetik. Air lindi sebagai hasil akibat dari perkolasi air hujan
melalui sel sampah, proses biokimia dalam sel sampah dan kadar air yang melekat
pada sampah yang berada pada sel sampah itu sendiri. Jika tidak diolah dengan
baik dapat meresap ke dalam tanah dan menyebabkan pencemaran tanah serta air
tanah. Air lindi juga mengandung logam bahan organik, anorganik,
mikroorganisme, serta logam berat yang cukup tinggi. Kandungan logam berat ini
diketahui sangat berbahaya bagi lingkungan, karena sifat logam berat yang
akumulatif menyebabkan kandungannya selalu bertambah dan dapat mengurangi
kebersihan air di lingkungan sekitar, dan jika air tersebut digunakan untuk
keperluan sehari-hari, maka kandungan logam berat yang terakumulasi dalam air
tersebut akan terakumulasi juga dalam tubuh mahkluk hidup dan merusak ekosistem
(Usman, 2014).
Air lindi yang meresap ke dalam tanah yang
berpotensi bercampur dengan air tanah sehingga menimbulkan pencemaran tanah,
air tanah dan air permukaan. Komposisi limbah lindi dari berbagai TPA
berbeda-beda bergantung pada musim, jenis limbah, umur TPA. Proses dalam TPA
menghasilkan molekul organik yang ditunjukkan dengan rendahnya rasio BOD/COD dan
tingginya nilai NH3-N. Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang
melarutkan banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan pencemar
yang sangat tinggi, khususnya zat organik. Cairan tersebut kemudian mengisi
rongga-rongga pada sampah, bila kapasitasnya telah melampaui kapasitas tekanan
air dari sampah, maka cairan tersebut akan keluar dan mengekstraksi bahan
organik dan an-organik hasil proses físika, kimia dan biologis yang terjadi
pada sampah, sehingga sangat berpotensi menyebabkan pencemaran air, baik air
permukaan, air tanah maupun air bawah tanah, dan perlu dikelola dengan baik
(Pinem, 2014).
Pada umumnya air lindi memiliki nilai rasio BOD/COD sangat rendah
(<0,4). Nilai rasio yang sangat rendah ini mengindikasikan bahwa bahan
organik yang terdapat dalam air lindi bersifat sulit untuk didegradasi secara
biologis. Angka perbandingan yang semakin
rendah mengindikasikan bahan organik yang sulit terurai tinggi (Alaerts, 1984).
BAB 3
METODE
KAJIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Kajian
Kajian mengenai “Kajian Air Permukaan di Sekitar
Area TPA Bukit Pinang Samarinda” ini dilaksanakan observasi dan pengambilan
sampel lapangan pada Hari Jum’at, tanggal 22 September 2017, di area Kampung
Pulung dekat Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Bukit Pinang, Kelurahan Bukit
Pinang, Kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur.
Pelaksanaan Uji Air Sampel dilaksanakan pada Hari Jum’at tanggal 22 September
2017 hingga 13 Oktober 2017 di Laboratorium BARISTAND Industri Samarinda dan
pelaksanaan kajian yaitu dari 2 Februari 2018 hingga 14 September 2018. Lokasi
Kajian ini yaitu Kampung Pulung (samping TPA Bukit Pinang), Kelurahan Bukit
Pinang, Kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda. Terdapat aliran sungai kecil di
lokasi ini, dimana ditemukan mengandung limpasan air lindi.
3.2 Metode Pengambilan Data
Data yang diambil pada kajian ini terdiri dari dua
macam data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data-data
terkait untuk faktor-faktor pendukung kajian yang di ambil langsung di
lapangan. Daerah yang menjadi area sampling
yaitu di Kampung Pulung, Kelurahan Bukit Pinang, Kecamatan Bukit Pinang, Samarinda, Provinsi Kalimantan
Timur. Pemilihan lokasi ini didasari karena area tersebut terdapat sebuah
kampong permukiman warga yang berdampingan dengan TPA, sehingga ingin diketahui
apakah ada indikasi pencemaran pada air tanahnya. Data primer didapat melalui
observasi, pengukuran langsung, dan melakukan wawancara kepada warga sekitar.
Data sekunder didapatkan melalui studi literature mengenai air lindi dan
keadaan geografis seputar TPA. Data sekunder juga didapat melalui pengumpulan
informasi- informasi terkait kebutuhan kajian untuk mendukung data-data primer yang
ada, sehingga dapat dilakukannya analisis lebih lanjut.
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
Pada
kajian ini digunakan beberapa alat yaitu:
1.
Botol Sampling
2.
Gunting
3.
GPS
4.
Kamera
5.
Ember
3.3.2 Bahan
Pada
kajian ini digunakan beberapa bahan yaitu:
1.
Masker
2.
Sarung tangan
3.
Tali rafia
4.
Kantong plastik
5.
Kertas label
6.
Tisu
3.4 Metode Analisis Data
Analisis data untuk kajian kali ini dilakukan
melalui 5 (lima) tahap. Tahap pertama yaitu mengidentifikasi kondisi nyata di
sekitar lokasi kajian. Tahap kedua yaitu melakukan uji terhadap air sampel yang
telah diambil dari lokasi sampling.
Tahap ketiga yaitu menganalisis hasil uji laboratorium, mengidentifikasi
faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kondisi air di lokasi kajian.
Tahap keempat yaitu dilakukannya analisis terhadap faktor-faktor penyebab
kondisi air tersebut. Tahap kelima yaitu pengambilan kesimpulan mengenai
kondisi air di lokasi tersebut dan memberikan solusi terhadap keadaan air
tersebut.
BAB 4
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengujian Air Sampel
Tabel 4.1 Hasil Pengujian
|
|
|
Hasil Uji
|
|
|
|
|
|
|
|
|
No
|
Parameter
|
Satuan
|
TPA
Samarinda
|
Metode Uji
|
|
(Gunung Sampah
|
|||||
|
|
|
|
||
|
|
|
Bukit Pinang)
|
|
|
1.
|
BOD
|
mg/L
|
151
|
SNI 6989-72.2009
|
|
2.
|
COD
|
mg/L
|
1201
|
SNI 6989.73:2009
|
|
3.
|
Alkalinitas*
|
mg/L
|
3703
|
Standard Methods-Ed-
|
|
|
|
|
|
22;2012
|
|
4.
|
pH
(Lab)
|
-
|
8,52
|
SNI
06-6989.11-2004
|
|
5.
|
Kadmium
(Cd)
|
mg/L
|
< 0,001
|
SNI 6989.16-2009
|
|
6.
|
Timbal
(Pb)
|
mg/L
|
< 0,01
|
SNI 6989.8-2009
|
Sumber: Data Sekunder, 2017
4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisis Lokasi Sampling
Lokasi pengambilan sampel air lindi dilakukan di
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Bukit Pinang, TPA ini berlokasi di Kelurahan
Bukit Pinang, Kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur.
Keadaan dari lokasi penelitian yang dilakukan di TPA Bukit Pinang yang paling
mencolok adalah dari aroma yang sangat menusuk hidung yang dapat tercium saat
pertama kali memasuki daerah TPA, pada jalan masuk terdapat 2 jalan, salah
satunya menuju tumpukan sampah, dan yang lainnya menuju rumah warga yang
terdapat di dekat TPA. Kondisi jalan untuk sampai ke daerah perumahan warga
cukup berbahaya karena kondisi jalanan menurun dan didominasi oleh kerikil,
kondisi jalan pun basah yang membuat jalanan sedikit licin. Akses menuju tempat
pengambilan sampel menggunakan jalan setapak yang dikelilingi tumbuhan liar.
Pada lokasi pengambilan sampel juga terdapat aliran air kecil, kondisi air
berwarna hitam seperti warna kopi. Di dekat titik pengambilan sampel terdapat 1
rumah warga, terdapat juga kebun sayur.
4.2.2 Analisis Kondisi Air
Nilai baku mutu untuk parameter air lindi yang
diperbolehkan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor P.59/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016/ tentang Baku Mutu Lindi Bagi
Usaha Dan/Atau Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah antara lain untuk nilai
pH berkisar 6-9, BOD 150 mg/L, COD 300 mg/L, TSS 100 mg/L, N total 60 mg/L,
Merkuri 0,005 mg/L dan Kadmium 0,1 mg/L. Dengan membandingkan hasil pengujian
dari air lindi yang di-peroleh di TPA Bukit Pinang Samarinda dengan baku mutu
tersebut maka terdapat beberapa parameter yang telah melebihi baku mutu yang
telah ditetapkan tersebut yakni BOD sebesar 151 mg/L dan COD 1201 mg/L, COD
sebesar 1201 mg/L, sedangkan untuk nilai pH masih sesuai dengan baku mutu yakni sebesar 8,52 dan cadmium yang
nilainya kurang dari 0,001 mg/L sedangkan untuk 2 parameter lainnya yakni
alkalinitas dan timbal tidak terdapat nilai baku mutunya.
4.2.3 Analisis Kondisi Warga
Permukiman Kampung Pulung merupakan permukiman yang
berada tepat di samping Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Bukit Pinang. Permukiman
Kampung Pulung merupakan bagian dari wilayah RT.14 Kelurahan Bukit Pinang,
Kecamatan Samarinda Ulu, Samarida, Kalimantan Timur. Permukiman ini terdiri
dari 38 rumah dengan 32 KK. Kampung Pulung sebagian besar masyarakatnya bekerja
sebagai sopir truk pengangkut sampah, pengangkut sampah kota, peternak sapi,
dan pemulung. Masyarakat Kampung Pulung hidup berdampingan dengan Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Bukit Pinang. Hal tersebut menjadikan tingkat kesehatan,
ekonomi dan sanitasi menjadi buruk. Adapun, anak-anak Kampung Pulung semuanya
mengenyam pendidikan bangku sekolah yang formal. Semua aspek ini kemudian
memberikan efek terciptanya tingkat kesehatan yang rendah.
4.2.4 Dampak Pencemaran
Adapun dampak yang berpotensi ditimbulkan akibat
dari pencemaran yang ada yaitu:
a.
Dampak pada lingkungan sekitar
Terjadinya infiltrasi akibat adanya pori-pori pada
tanah, memungkinkan air lindi yang berada di permukaan tanah dapat ikut
termasuk ke dalam tanah. Akibat adanya potensi tersebut, lambat laun air lindi
dapat mempengaruhi kondisi tanah, bahkan air tanah. Terlebih komposisi air
lindi yang mengandung bahan logam berat. Tanah yang tercemar logam berat akan
mempengaruhi tanaman yang hidup dan memiliki 3 potensi, yaitu dapat mematikan
tanaman, menghambat pertumbuhan tanaman dan berbahaya jika memasuki badan tubuh
tanaman, terutama tanaman yang di konsumsi.
b.
Dampak pada warga sekitar
Dampak yang dirasakan ke warga ialah ada kebersihan
lingkungan serta kesehatan warga. Air lindi yang mengeluarkan bau yang tidak
sedap akan mengakibatkan ketidaknyamanan pada warga yang hidup disekitar area
tersebut.
4.2.5 Pengendalian Terhadap Dampak
4.2.5.1 Pengendalian Terhadap Dampak Terhadap TPA
Pada sebuah lahan urung yang baik biasanya
dibutuhkan sistem pelapis dasar, yang bersasaran mengurangi mobilitas lindi ke
dalam air tanah. Sebuah liner yang efektif akan mencegah migrasi cemaran ke
lingkungan, khususnya ke dalam air tanah. Pada kenyataannya belum didapat
sistem liner yang efektif 100% karenanya juga dibutuhkan sistem pengumpulan
lindi. Oleh karenanya, dasar sebuah lahan urung akan terdiri dari:
a.
Lapisan-lapisan bahan liner untuk
mencegah migrasi cemaran ke luar lahan urug.
b.
Sistem pengumpulan lindi.
Sistem pelapis tersebut dapat berupa bahan alami
(seperti : tanah liat, bentonite) maupun sintetis. Penggunaan bahan liner
tersebut bisa secara tunggal maupun kombinasi antara keduanya yang dikenal
sebagai geokomposit, tergantung fungsi yang dibutuhkan. Formasi lapisan dan
jenis bahan liner ini bermacam-macam
tergantung pada karakteristik buangan padat yang ditimbun. Jenis sampah kota, merekomendasikan cukup mengaplikasikan sistem singled liner dengan jenis bahan liner
berupa clay.
Pelapis dasar yang dianjurkan adalah dengan
geosintetis atau dikenal sebagai flexible
membrane liner (FML). Jenis geosintetis yang biasa digunakan sebagai pelapis dasar adalah :
1. Geotextile sebagai filter
2. Geonet sebagai sarana drainase
3. Geomembrane dan geokomposit sebagai lapisan
penghalang.
Sistem pengumpul lindi yang umum digunakan adalah
menggunakan pipa berlubang yang ditempatkan dalam saluran, kemudian diselubungi
batuan, si lindi di dasar suatu lahan urug, dasar lahan urug ditata menjadi
susunan teras-teras dengan kemiringan tertentu (1-5%) sehingga lindi akan
mengalir ke saluran pengumpul (0,5-1%). Air lindi dialirkan ke unit pengolahan
atau resirkulasi setiap saluran pengumpul dilengkapi dengan pipa berlubang.
Kemiringan dan panjang maksimum saluran pengumpul dirancang berdasarkan
kapasitas fasilitas saluran pengumpul. Memperkirakan kapasitas fasilitas
saluran pengumpul dipergunakan persamaan Manning. Piped Bottom Dasar lahan urug dibagi menjadi beberapa persegi
panjang yang dipisahkan oleh pemisah tanah liat. Lebar pemisah tersebut
tergantung dari lebar sel. Pipa-pipa pengumpul lindi ditempatkan sejajar dengan
panjang sel dan diletakkan langsung pada geomembrane. Penutup Akhir beberapa
fungsi dari sistem penutup akhir tersebut adalah :
1.
Meminimasi infiltrasi air hujan
ke dalam tumpukan sampah setelah lahan urung selesai dipakai
2. Mengontrol
emisi gas dari lahan urug ke lingkungan
3.
Mengontrol binatang dan
vektor-vektor penyakit yang dapat menyebabkan penyakit pada ekosistem
4. Mengurangi
resiko kebakaran
5.
Menyediakan permukaan yang cocok
untuk berbagai kegunaan setelah lahan urug selesai digunakan, seperti untuk
taman rekreasi dan lain-lain
6. Elemen
utama dalam reklamasi lahan
7. Mencegah
kemungkinan erosi
8. Memperbaiki
tampilan lahan urug dari segi estetika.
Sistem penutup akhir lahan urug terdiri dari
beberapa bagian. Bagian atas biasanya beberapa tanah yang berfungsi sebagai
pelindung dan media pendukung tanaman (top
soil). Apabila tanah yang terdapat di lokasi tidak memenuhi persyaratan
maka diperlukan perbaikan. Perbaikan ini dilakukan dengan cara mencampur atau
mengganti tanah tersebut dengan tanah dari lokasi lain. Tebal lapisan top soil
ini adalah 60 cm. Lapisan di bawah top soil berfungsi sebagai sistem drainase.
Lapisan ini menyalurkan sebanyak mungkin presipitasi yang masuk sehingga tidak
mengalir ke lapisan di bawahnya. Materi yang biasa digunakan berupa materi
berpori, seperti: pasir, kerikil, dan bahan sintetis, seperti geonet. Tebal
lapisan ini sekitar 30 cm. Berikutnya adalah lapisan penahan. Materi yang biasa
digunakan adalah geokomposit (geomembrane
dan tanah liat yang dipadatkan). Ketebalan geomembrane yang dianjurkan adalah
lebih besar dari 2,5 mm, sedangkan untuk tanah liat adalah lebih besar dari 50
cm. Di bawah lapisan penahan terdapat lapisan sistem ventilasi gas. Sistem ini
mutlak diperlukan untuk sampah kota, karena sebagian besar sampah tersebut
merupakan bahan organik yang dapat diuraikan secara biologis. Pada kondisi
aerob, gas yang dihasilkan sebagian besar berupa karbon dioksida dan methane; oleh karena itu pemanfaatan gas
bio tersebut dapat dijadikan suatu alternatif sumber energi. Lapisan sistem
ventilasi gas terdiri dari media berpori seperti pasir/kerikil atau berupa
sistem perpipaan. Lapisan terbawah dari sistem penutup akhir adalah lapisan
subgrade. Lapisan ini dibutuhkan untuk meningkatkan kestabilan permukaan lahan
urug. Selain itu lapisan ini membantu pembentukan kemiringan yang diinginkan
guna mempercepat drainase lateral dan mengurangi tinggi hidrolis. Ketebalan
lapisan ini biasanya 30 cm. Selain sistem penutup akhir tersebut, untuk
mengurangi limpasan air yang masuk ke dalam lahan urug, dilakukan pengaturan
kemiringan, juga dilengkapi dengan drainase permukaan dan penanaman tanaman.
Dari segi komponen, kandungan pada lindi tidak berbeda dengan air buangan
domestik. Namun zat organik yang terkandung pada lindi dari timbunan sampah
domestik sangat tinggi konsentrasinya. Hal ini ditunjukkan dari sangat
tingginya kadar
BOD5 pada
lindi yaitu sekitar 2.000 - 30.000. Sistem pengolahan lindi dibagi menjadi dua
tingkat, yaitu pengolahan sekunder dan pengolahan tersier. Untuk pengolahan
sekunder akan diuraikan gambaran singkat tentang unit kolam stabilisasi
(fakultatif dan anaerob) dan kolam aerasi.
4.2.5.2 Pengendalian Terhadap Dampak Terhadap Warga
Pengendalian pencemaran terhadap air lindi kepada
warga di Kampung Pulung dapat diuraikan sebagai berikut:
a.
Mengedukasi warga mengenai
realita lingkungan tempat mereka tinggal sangat berpotensi menjadi sumber
penyakit bagi warga.
b.
Mengedukasi warga mengenai PHBS
sebagai upaya dini proteksi pada pribadi warga.
c.
Melakukan kegiatan gotong royong
untuk membersihkan area lingkungan sekitar.
d.
Memindahkan lahan dan pemukiman
warga ke tempat relokasi yang lebih baik dan jauh dari lokasi disekitar TPA
Bukit Pinang.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
hasil kajian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
a. Nilai baku mutu untuk parameter air lindi yang
diperbolehkan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor P.59/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016/ tentang Baku Mutu Lindi Bagi
Usaha Dan/Atau Kegiatan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah antara lain untuk nilai
pH berkisar 6-9, BOD 150 mg/L, COD 300 mg/L, TSS 100 mg/L, N total 60 mg/L,
Merkuri 0,005 mg/L dan Kadmium 0,1 mg/L. Dengan membandingkan hasil pengujian
dari air lindi yang di-peroleh di TPA Bukit Pinang Samarinda dengan baku mutu
tersebut maka terdapat be-berapa parameter yang telah melebihi baku mutu yang
telah ditetapkan tersebut yakni BOD sebesar 151 mg/L dan COD 1201 mg/L, COD
sebesar 1201 mg/L, sedangkan un-tuk nilai pH masih sesuai dengan baku mutu
yakni sebesar 8,52 dan cadmium yang nilainya kurang dari 0,001 mg/L sedangkan
untuk 2 parameter lainnya yakni alkalinitas dan timbal tidak terdapat nilai
baku mutunya.
b.
Dampak pada lingkungan sekitar
yaitu terjadinya infiltrasi akibat adanya pori-pori pada tanah, memungkinkan
air lindi yang berada di permukaan tanah dapat ikut termasuk ke dalam tanah.
Akibat adanya potensi tersebut, lambat laun air lindi dapat mempengaruhi
kondisi tanah, bahkan air tanah. Terlebih komposisi air lindi yang mengandung
bahan logam berat. Tanah yang tercemar logam berat akan mempengaruhi tanaman
yang hidup dan memiliki 3 potensi, yaitu dapat mematikan tanaman, menghambat
pertumbuhan tanaman dan berbahaya jika memasuki badan tubuh tanaman, terutama
tanaman yang di konsumsi. Kemudian, dampak pada warga sekitar yaitu dampak yang
dirasakan ke warga ialah ada kebersihan lingkungan serta kesehatan warga. Air
lindi yang mengeluarkan bau yang tidak sedap akan mengakibatkan ketidaknyamanan
pada warga yang hidup disekitar area tersebut.
c.
Pengendalian dampak dapat
dilakukan pada sumber dan subjek yang berpotensi terkena dampak oleh
pencemaran. Pengendalian pada dampak dilakukan di TPA yaitu dengan merekayasa
permukaan dasar TPA agar memiliki lapisan yang dapat mencegah air lindi
langsung terinfiltrasi ke tanah ataupun bocor atau terlimpas ke permukaan tanah
lainnya. Beberapa teknologi yang disarankan yaitu dengan menggunakan membran
pelapis dasar seperti geomembrane.
Kemudian, pengendalian dampak dapat dilakukan pada subjek yaitu warga sekitar yang tinggal di area tersebut. Kegiatan yang
dapat dilakukan diantaranya adalah mengedukasi warga mengenai realita
lingkungan tempat mereka tinggal sangat berpotensi menjadi sumber penyakit bagi
warga, mengedukasi warga mengenai PHBS sebagai upaya dini proteksi pada pribadi
warga dan melakukan kegiatan gotong royong untuk membersihkan area lingkungan
sekitar. Kemudian, solusi yang paling tepat adalah memindahkan lahan dan
pemukiman warga ke tempat relokasi yang lebih baik dan jauh dari lokasi
disekitar TPA Bukit Pinang.
5.2 Saran
Sebaiknya pada kajian selanjutnya dilakukan pengambilan sampel pada
titik lain di sepanjang sungai kecil tempat air lindi di alirkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arya Rezagama., dkk, 2016, Penyisihan Limbah Organik Air Lindi TPA Jatibarang Menggunakan Koagulasi-Flokulasi Kimia,
Universitas Diponegoro, Semarang.
Erna A Rakhmawati,.dkk, 2016, Kajian Pengelolahan Air lindi (leachete) di Lingkungan Tempat pemrosesan akhir (TPA) Putri Cempo Surakarta Berbasis
Kemanfaatan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Heny Purwanti, 2004, Kajian Dampak Saluran Lindi Terhadap Lingkungan ditinjau dari Aspek Pengoperasian TPA Galuga, Studi Kasus Tempat pemrosesan akhir Galuga
Kecamatan Cibung Bulang Kabupaten Bogor.
Jhon Armedi Pinem., dkk, 2014, Pengolahan Air Lindi TPA Muara Fajar dengan Ultrafiltrasi, Universitas Riau Kampus Binawidya, Pekanbaru.
Sarip Usman & Imam santosa, 2014, Pengolahan Air Limbah Sampah (Lindi) dari
Tempat pemrosesan akhir Sampah (TPA)
Menggunakan Metode Constructed Wetland, Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang,
Tanjungkarang.
LAMPIRAN
Komentar
Posting Komentar