Langsung ke konten utama

PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS COVID-19


PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS COVID-19



Coronavirus adalah suatu kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Beberapa jenis coronavirus diketahui menyebabkan infeksi saluran nafas pada manusia mulai dari batuk pilek hingga yang lebih serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus jenis baru yang ditemukan menyebabkan penyakit COVID-19.

COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru ditemukan. COVID-19 merupakan virus baru dan penyakit yang sebelumnya tidak dikenal sebelum terjadi wabah di Wuhan, Tiongkok, bulan Desember 2019. Semakin meningkatnya jumlah terinfeksi oleh covid-19 maka semakin meningkat juga limbah medis yang dihasilkan baik dari rumah sakit maupun dari rumah tangga.

v  Limbah Medis

Limbah medis adalah hasil buangan dari suatu aktivitas medis. Limbah medis merupakan segala jenis sampah yang mengandung bahan infeksius (atau bahan yang berpotensi infeksius).  Data timbulan limbah medis di Indonesia pada tahun 2020 yaitu 296,86 ton/hari . Timbulan sampah yang dihasilkan tersebut sebanyak 57% dilakukan pengolahan dan sebanyak 43% tidak dilakukan pengolahan. Menurut Peraturam Mentri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor p.56/MenLh-SetJen/2015 tentang tata cara pengolahan limbah B3 dan fasilitas layanan kesehatan limbah medis infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme pathogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut, dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pana manusia rentan. Limbah medis infeksius secara umum dapat pula diklasifikasikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). 

v   Jenis Limbah Padat Medis

Bentuk limbah atau sampah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi bahaya yang ditimbulkannya dapat dikelompokkan sebagai berikut: (Anshar, 2013).
1.   Limbah Benda Tajam
Limbah benda tajam adalah objek atau alat yangmemiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet Pasteur, pecahan gelas, pisau bedah.Semua benda tajam ini memiliki bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan.Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif.
2.   Limbah Infeksius
Limbah infeksius meliputi limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif).Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/ isolasi penyakit menular. Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, sampah mikrobiologis, limbah pembedahan, limbah unit dialysis dan peralatan terkontaminasi (medical waste).
3.    Limbah Jaringan Tubuh
Limbah jaringan tubuh meliputi jaringan tubuh, organ, anggota badan, placenta, darah dan cairan tubuh lain yang dibuang saat pembedahan dan autopsy. Limbah jaringan tubuh tidak memerlukan pengesahan penguburan dan hendaknya dikemas khusus, diberi label dan dibuang ke incinerator.
4.    Limbah Citotoksik
Limbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi citotoksik.Limbah yang terdapat limbah citotoksik harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000ºC.
5.    Limbah Farmasi
Limbah farmasi berasal dari obat-obatan kadaluwarsa, obat-obatan yang terbuang karena batch tidak memenuhi spesifikasi atau telah terkontaminasi, obat-obatan yang terbuang atau dikembalikan oleh pasien, obat-obatan yang sudah tidak dipakai lagi karena tidak diperlukan dan limbah hasil produksi oabt-obatan.
6.    Limbah Kimia
Limbah kimia dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis, vetenary, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Limbah kimia juga meliputi limbah farmasi dan limbah citotoksik.
7.   Limbah Radio Aktif
Limbah radio aktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotope yang berasal dari penggunaan medis dan riset radionucleida. Asal limbah ini antara lain dari tindakan kedokteran nuklir, radioimmunoassay dan bakteriologis yang dapat berupa padat, cair atau gas.
8.    Limbah Plastik
Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari plastic dan juga pelapis peralatan dan perlengkapan medis.

Adapun jenis limbah medis Covid-19 yang dihasilkan dibedakan menjadi tiga, yakni limbah cair, limbah domestik padat, dan limbah B3 padat. Limbah medis seperti Alat Pelindung Diri (APD) terdiri dari masker, sarung tangan, penutup kepala, gaun, dan hand towel

Pada kondisi pandemi Covid-19 limbah medis infeksium cenderung meningkat akibat penambahan pasien yang terkena Covid-19 maupun masih dalam pemantauan (ODP), Kementrian lingkungan hidup dan Kehutanan memprediksi sekitar 30% peningkatan limbah medis infeksius selama pandemi Covid-19 dibandingkan sebelum adanya pandemi. Berdasarkan pemodelan kasus Covid-19 di Indonesia Fakultas Kesehatan Masyarakat UI maka pasien menyumbang 14,3 kg limbah medis perhari. Maka apabila virus Covid-19 yang menempel pada limbah medis infeksius dengan angka timbulan yang semakin meningkat seiring penambahan kasus setiap harinya maka akan menjadi permasalahan baru. Permasalahan yang timpul karena tidak benar dalam penangganan serta masih minimnya pengolahan limbah infeksius dapat berakibatkan pencemaran bagi lingkungan dan kesehatan manusia diantarannya dapat menularkan virus Covid-19 khususnya pada petugas pengumpul limbah, yang juga berpotensi menyebar ke warga lainnya. Oleh karena itu perlu penangganan dan pengolahan limbah infeksius B3 agar permasalahan yang muncul sebagai upaya pencegahan dan untuk minimalisir permasalahan.

Berikut merupakan limbah Alat Pelindung Diri (APD) standar dan limbah padat lainnya yang digunakan untuk manangani Covid-19 :
a.       Pakaian Khusus lengan Panjang
b.      Masker
c.       Kacamata
d.      Sarung Tangan Tebal
e.       Face Shield
f.        Spatu Boot
g.      Botol Obat
h.      Tisu Dari OPD/terkena Covid-19
i.        Jarum Suntik
j.        Botol Infus
k.      dll

v   Pengaruh Limbah Medis Terhadap Lingkungan dan Kesehatan

Menurut Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 petugas pengelola sampah harus menggunakan alat pelindung diri yang terdiri dari topi/ helm, masker, pelindung mata, pakaian panjang, apron untuk industry, sepatu boot, serta sarung tangan khusus.

Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkan berbagai masalah seperti:
1.   Gangguan kenyamanan dan estetika, berupa warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia organic, yang menyebabkan estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang.
2.   Kerusakan harta benda, dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut (korosif dan karat) air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan disekitar rumah sakit.
3.   Gangguan/ kerusakan tanaman dan binatang, dapat disebabkan oleh virus, senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrient tertentu dan fosfor.
4.   Gangguan terhadap kesehatan manusia, dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, pestisida, serta logam berat seperti Hg, Pb dan Cd yang bersal dari bagian kedokteran gigi.
5.    Gangguan genetik dan reproduksi.
6.   Pengelolaan sampah rumah sakit yang kurang baik akan menjadi tempat yang baik bagi vector penyakit seperti lalat dan tikus.
7.   Kecelakaan kerja pada pekerja atau masyarakat akibat tercecernya jarum suntik atau benda tajam lainnya.
8. Insiden penyakit demam berdarah dengue meningkat karena vector penyakit hidup dan berkembangbiak dalam sampah kaleng bekas atau genangan air.
9.  Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan menghasilkan gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk.
10. Adanya partikel debu yang berterbangan akan mengganggu pernafasan, menimbulkan pencemaran udara yang akan menyebabkan kuman penyakit mengkontaminasi peralatan medis dan makanan rumah sakit.
11. Apabila terjadi pembakaran sampah rumah sakit yang tidak saniter asapnya akan mengganggu pernafasan, penglihatan dan penurunan kualitas udara.

Dalam profil kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan 1997, diungkapkan seluruh rumah sakit di Indonesia berjumlah 1.090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 rumah sakit di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg per tempat tidur per hari. Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur per hari. Analisa lebih jauh menunjukkan produksi sampah (limbah padat) berupa limbah domestic sebesar 76,8 % dan berupa limbah infeksius sebesar 23,2 %. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (limbah padat) rumah sakit sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari.Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan seberapa besar potensi rumah sakit untuk mencemari lingkungan dan kemungkinannya kecelakaan dan penularan penyakit. (Sabayang dkk, 1996).

Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organic dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS dan lain-lain. Sedangkan limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar dan lain-lain. Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme pathogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh tehnik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masih buruk (Said, 1999).

v   Dampak Limbah Medis Terhadap Lingkungan dan Kesehatan

Dampah dari limbah medis ini, banyak penyakit mampu mempengaruhi kesehatan manusia yang berada di sekitarnya dari yang ringan hingga berat. Baik yang kontak langsung dengan limbah atau yang menghirup udara tercemar. Seperti diare akibat organisme salmonella, Vibrio cholera, cacing, infeksi kulit, antraks, meningitis, AIDS, demam berdarah, sampai hepatitis A, B, dan C. Menurut WHO (Pengelolaan Aman Limbah Layanan Kesehatan, EGC, Jakarta), beberapa jenis limbah rumah sakit dapat membawa risiko yang lebih besar terhadap kesehatan.

Limbah medis yang paling banyak adalah limbah infeksius (15% - 25%) dari jumlah limbah rumah sakit. Lainnya adalah limbah benda tajam (1 persen), limbah bagian tubuh (1%), limbah obat-obatan dan kimiawi (3%), limbah radioaktif, dan racun atau termometer rusak (< 1%). Limbah medis rumah sakit juga dapat menyebabkan kerusakan harta benda. Hal ini dapat disebabkan oleh garam-garam terlarut (korosif, karat) yang terkandung dalam air berlumpur yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit.

Selain itu limbah rumah sakit menyebabkan gangguan atau kerusakan tanaman dan binatang. Hal ini terutama karena senyawa nitrat (asam, basa dan garam kuat), bahan kimia, desinfektan, logam nutrient tertentu dan fosfor. Dari sisi lain, kerugian di atas pada akhirnya menuju ke kerugian ekomoni, baik terhadap pembiayaan operasional dan pemeliharaan. Seperti kebutuhan biaya kompensasi pencemaran lingkungan dan orang yang kesehatannya terganggu karena pencemaran lingkungan.

v   Pengelolaan Limbah Medis COVID-19

Berdasarkan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.167/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Limbah B3 Medis pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan Darurat Covid-19 dan Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SE.2/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Corona Virus Disease (COVID-19)

Dalam penanganan limbah infeksius dan pengelolaan sampah rumah tangga dari penanganan Cvid-19, dilakukan langkah-langkah penanganan sebagai berikut:
1.      Limbah infeksius yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan
a.       Melakukan penyimpanan dalam kemasan tertutup maksimal 2 hari sejak dihasilkan;
b.      Mengangkut dan/atau memusnahkan pada pengolahan LB3
  1)      fasilitas incinerator dengan suhu pembakaran minimal 800°C atau
  2)      autoclave yang dilengkapi dengan pencacah (shredder)
c.   Residu hasil pembakaran atau cacahan hasil autoclave dikemas dan dilekati simbol “Beracun” dan label LB3 yang selanjutnya disimpan di tempat penyimpanan sementara LB3 untuk selanjutnya diserahkan pada pengelola LB3.

Penanganan Limbah medis (B3) dan Covid 19 ini bisa dilakukan dengan menggunakan Incinerator. Insinerator adalah tungku pembakaran yang digunakan untuk mengolah limbah padat menjadi materi gas dan abu (bottom ash dan fly ash). Pengolahan sampah dengan insinerasi dapat mengurangi volume dan massa serta mengurangi sifat berbahaya dari sampah infeksius. Faktor yang memegang peranan penting dalam insinerasi adalah temperatur pembakaran dan waktu pembakaran sampah tersebut.

2.   Limbah infeksius dari ODP yang berasal dari rumah tangga
a.       Mengumpulkan limbah infeksius berupa limbah alat pelindung diri, antara lain, berupa masker, sarung tangan dan baju pelindung diri;
b.      Mengemas tersendiri dengan menggunakan wadah tertutup;
c.       Mengangkut dan memusnahkan pada pengolahan LB3;
d.      Menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang pengelolaan limbah infeksius dari masyarakat, sebagai berikut:
  1)   Limbah alat pelindung diri, antara lain, masker, sarung tangan, baju pelindung diri, dikemas tersendiri dengan menggunakan wadah tertutup yang bertuliskan “Limbah Infeksius”;
  2)      Petugas dari dinas yang bertanggungjawab di bidang lingkungan hidup, kebersihan dan kesehatan melakukan pengambilan dari setiap sumber untuk diangkut ke lokasi pengumpulan yang telah ditentukan sebelum diserahkan ke pengolah LB3.

3.      Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga
a.       Seluruh petugas kebersihan atau pengangkut sampah wajib dilengkapi ADP, khususnya masker, sarung tangan dan safety shoes yang setiap hari harus disucihamakan;
b.      Dalam upaya mengurangi timbunan sampah masker, maka kepada masyarakat yang sehat diimbau untuk menggunakan masker guna ulang yang dapat dicuci setiap hari;
c.       Kepada masyarakat yang sehat dan menggunakan masker sekali pakai harus (disposable mask) diharuskan untuk merobek, memotong atau menggunting masker dan dikemas rapi sebelum dibuang ke tempat sampah untuk menghindari penyalahgunaan;
d.      Pemerintah daerah menyiapkan tempat sampah/drop box khusus masker di ruang publik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kajian Air Permukaan di Sekitar Area TPA Bukit Pinang Samarinda

KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan karunia-Nya berupa rahmat, sehingga penyusunan Kajian oleh Departemen Kajian dan Penelitian Lingkungan Hidup (KPLH) yang berjudul “Kajian Air Permukaan di Sekitar Area TPA Bukit Pinang Samarinda” dapat di selesaikan tepat pada waktunya. Penyusunan Kajian ini dilaksanakan berdasarkan isu lingkungan yang ada serta berlandaskan pada Program Kerja Departemen KPLH Himateli Unmul pada periode 2017/2018. Pada penyusunan kajian ini penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu selama penulisan. Penulis menyadari dalam penyusunan kajian ini masih belum sempurna, sehingga saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan kajian selanjutnya. Penulis berharap kajian ini dapat bermanfaat bagi yang membaca. Samarinda,

KUALITAS KASGOT PADA PERKEMBANGBIAKAN MAGGOT DALAM BENTUK PAKAN SAMPAH ORGANIK

1.       PENDAHULUAN Timbulan sampah meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan pola konsumsi manusia. Sampah merupakan salah satu bentuk konsekuensi dari adanya aktivitas alam maupun manusia yang belum memiliki nilai ekonomis. Tidak dapat dipungkiri, sampah akan selalu ada selama aktivitas kehidupan masih terus berjalan. Dalam upaya penanganan permasalahan sampah diperlukan adanya kerjasama yang nyata antara pemerintah dan masyarakat demi terwujudnya lingkungan yang bersih dan nyaman yang didambakan bersama. Peraturan Pemerintah No 81 Tahun 2012 memberikan arahan agar pengelolaan sampah dengan paradigma kumpul angkut buang berubah menjadi model pengelolaan sampah yang didasari dengan pengurangan dan penanganan sampah di sumber. Pola pikir masyarakat diarahkan pada kegiatan pengurangan sampah dan penanganannya (Auliani, 2021) .   Menurut data Badan Pusat Statistik Kota Samarinda tahun 2021 tercatat sampah yang terangkut sebesar 661,740.00 kg, dengan persentase

Analisis Tingkat Kenyamanan Ruang Terbuka Hijau Taman Cerdas Kota Samarinda Berdasarkan Temperature Humidity Index

   KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan Kepada Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya maka laporan kajian dan penelitian yang berjudul “Analisis Tingkat Kenyamanan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Taman Cerdas Kota Samarinda Berdasarkan Temperature Humidity Index (THI)” ini dapat diselesaikan dengan baik. Laporan kajian dan penelitian ini disusun sebagai bentuk pemenuhan salah satu program kerja HIMATELI UNMUL yaitu pelaksanaan kajian dan penelitian berbasis lingkungan hidup, dimana dalam laporan ini dijelaskan secara lengkap dan terperinci mengenai  hal-hal yang mengenai tentang bagaimana suhu dan kelembapan udara di Taman Cerdas Kota Samarinda serta tingkat kenyamanan pada lokasi penelitian berdasarkan THI. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Kajian dan Penelitian ini masih banyak kekurangan, baik dari segi isi, penulisan maupun kata-kata yang digunakan, hal tersebut tidak lepas karena keterbatasan data dan referensi maupun kemampuan penulis. Oleh karena itu,