Langsung ke konten utama

PERMASALAHAN BANJIR DI KECAMATAN SUNGAI PINANG




1.1 Latar Belakang

Potensi bencana di seluruh belahan dunia akhir-akhir ini menunjukan peningkatan frekuensi kejadian bencana. Perubahan iklim global berdampak pada pemanasan global karena adanya efek rumah kaca (green house effect). Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan dampak-dampak lainnya, seperti peningkatan permukaan air laut yang menyebabkan beberapa pulau kecil hilang, periode musim hujan dan intensitas hujan berubah-ubah. Peningkatan intensitas hujan akan menyebabkan meningkatnya bencana banjir dan tanah longsor. Lain halnya di daerah daratan, yang angin topan dan curah hujan sangat tinggi. Angin topan dapat merobohkan pohon dan merusak rumah penduduk. Intensitas curah hujan yang tinggi menyebabkan meluapnya sungai-sungai karena tidak mampu menampung air. Akibatnya banjir terjadi di mana-mana, penduduk mengungsi dan menimbulkan berbagai kerusakan bahkan korban jiwa.

Banjir yang melanda di berbagai wilayah Indonesia merupakan suatu fenomena logis, karena negara ini berada di daerah tropis dengan curah hujan yang sangat besar. Menurut data Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (KBNP) tahun 2000-2009 banjir merupakan bencana terbesar yang menempati uruta pertama. Selain itu, berbagai pemicu yang dapat di identifkasi adalah perubahan lahan di daerah hulu seperti pembukaan hutan dan perkembangan wilayah perkotaaan yang sangat cepat. Pembukaan hutan pada daerah hulu seper akan menyebabkan air hujan tidak dapat diserap oleh tanah dan langsung menjadi air limpasan yang langsung mengalir ke sungai. Debit air sungai akan menjadi lebih besar, dan akhirnya menyebabkan banjir. Perkembangan perkotaan yang tidak diiringi dengaan pengelolaan yang baik, akan menyebabkan sistem drainase perkotaan akan memburuk, air tidak dapat mengalir dengan semestinya, sehingga menyebabkan genangan banjir.

Fenomena- fenomena tersebut terjadi di negara kita, namun antara wilayah satu dengan yang lain dapat berbeda penyebabnya. Banjir di daerah  perkotaan memiliki karakteristik yang berbeda dengan banjir lahan/alamiah. Kasus–kasus banjir di daerah perkotaan memiliki beberapa masalah yang perlu ditelah lebih lanjut. Di Kota Samarinda, banjir sering terjadi di beberapa bagian Kota seperti di Kecamatan Samarinda Ulu, Samarinda Utara dan daerah–daerah lainnya. Hal ini tentu saja meresahkan masyarakat dan  menjadi permasalahan bagi pemerintah Kota Samarinda karena mengganggu kenyamanan warga dan merusak keindahan Kota Samarinda.

Berdasarkan uraian diatas, maka Departemen Kajian Lingkungan Hidup tertarik mengadakan kajian dengan mengambil judul sebagai berikut “Permasalahan Banjir di Kecamatan Sugai pinang dan Upaya Pengendaliannya”. Guna menigkatkan peran mahasiswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan, dalam kasus pada kali ini adalah mengenai banjir.

1.2 Batasan Masalah

Pembahasan pada makalah ini dibatasi oleh beberapa aspek yaitu sebaga berikut :
1.      Pengaruh curah Hujan
2.      Topgrafi
3.      Dampak banjir
4.      Penanggulangan Banjir

1.3 Tujuan

1.      Meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai permasalahan banjir terkhusus di Kecamata Sungai Pinang
2.      Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan banjir di Kecamatan Sunga Pinang
Meningkatkan peran mahasiswa dalam memberikan solusi dari permasalahan banjir.


2.1    Faktor Alam Penyebab Banjir di Kecamatan Sungai Pinang
Karakteristik fisik daerah penelitian menggambarkan kondisi fisiografis suatu wilayah yang mempengaruhi aktivitas sosial ekonomi, termasuk pemanfaatan dan pengembangan wilayah. Karakteristik fisik yang akan dibahas meliputi topografi, curah hujan dan hidrologis.

2.1.1        Peta Topografi/Kemiringan Lereng
Berdasarkan topografinya , maka wilayah Kota Samarinda berada di ketinggian antara 0 - 200 dpl, dan hampir 24,17 % berada di ketinggian 0 - 7 dpl, umumnya terletak di dekat Sungai Mahakam sekitar 41,10 % berada dalam ketinggian 7 - 25 dpl, dan 32,48 % berada di ketinggian 25 - 100 dpl. Kondisi topografi Sub DAS Karang Mumus, pada peta menunjukkan kemiringan lereng sub DAS Karang Mumus pada Kecamatan Sungai Pinang terdapat kemiringan lereng 0 - 8% luas 1.592,7 ha kelas lereng datar dan kelas lereng 8-15% luas 518,2 ha  kelas lereng landai, kemiringan lereng 15-25% luas 119,6 ha  kelas lereng agak curam , kemiringan lereng 25 - 40% luas 3 ha kelas lereng curam.
Kondisi topografi berbukit-bukit dan terdapat daerah datar khususnya berada di alur Sungai Karang Mumus yang berada dalam Kota Samarinda. Topografi perbukitan menempati daerah hulu dari DAS Karang Mumus mulai dari Gunung Batu Putang, Gunung Batu Cermin, Gunung Kapur dan pada daerah hilir juga terdapat perbukitan sekitar Gunung Tangga. Beberapa anak Sungai yang melewati Daerah Aliran Sungai adalah Sungai Lubang putang, Sungai Lingai, Sungai Muang, Sungai Selindung, Sungai Bangkuring, Sungai Lempake, Sungai Binangat, Sungai Pampang Kiri, Sungai Pampang Kanan, Sungai Tanah Merah, Sungai Bayur, Sungai Siring dan Sungai Lantung. Kemiringan lereng merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap tingkat kerawanan banjir karena semakin rendah topografi suatu daerah maka semakin besar berpotensi banjir. Berdasarkan data topografi diatas, mayoritas tempat di kecamatan Sungai Pinang berpotensi dilanda banjir karena memiliki topografi yang landai yaitu 8 – 15% dengan luas 518,2 ha.

Gambar 4.1 Peta   Topografi/Kemiringan  Lereng  Sub DAS Karang Mumus


4.1.2        Curah Hujan
Tabel 4.1 Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Menurut Bulan di Kota Samarinda, 2015
Bulan
Curah Hujan (mm3)
Hari Hujan
Januari
344,8
26
Februari
193
19
Maret
197,8
17
April
343,7
23
Mei
213,5
20
Juni
259,2
23
Juli
162,7
11
Agustus
57,6
7
September
0
1
Oktober
73,2
8
November
60,9
19
Desember
191,4
16
Sumber : Stasiun Meteorologi Temindung

Tabel 4.2 Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan Menurut Bulan di Kota Samarinda, 2014
Bulan
Curah Hujan (mm3)
Hari Hujan
Januari
273,1
21
Februari
197,1
10
Maret
318,7
16
April
126,1
19
Mei
189,7
21
Juni
210,5
19
Juli
49,5
15
Agustus
81,3
24
September
0
12
Oktober
73,2
7
November
60,9
23
Desember
191,4
25
Sumber : Stasiun Meteorologi Temindung


Curah hujan merupakan salah satu faktor alami penyebab banjir di Kecamatan Sungai Pinang. Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa rata-rata curah hujan di Samarinda pada tahun 2014 adalah sebesar 199,0 mm3 dan rata-rata hari hujan yaitu 17,6 HH. Berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 2015 dapat dilihat bahwa rata-rata curah hujan di Samarinda yaitu sebesar 174,82 mm3 dan rata-rata hari hujan yaitu 16 HH. Dari data diatas dapat dilihat bahwa bulan hujan yang terjadi di Samarinda yaitu antara bulan Desember sampai dengan Juni, namun jika dilihat lebih spesifik lagi curah hujan dengan intensitas yang tinggi terjadi antara bulan Januari sampai dengan Juni. Kasus banjir yang baru melanda Kecamatan Sungai pinang pada awal April 2017 terjadi karena saat itu curah hujan sangat tinggi.

2.2      Faktor Manusia
Beberapa peran perilaku manusia yang berdampak terhadap peristiwa banjir secara langsung di Kecamatan Sungai Pinang, antara lain:
a.       Tumbuhnya daerah-daerah pemukiman dan kegiatan baru di daerah dataran banjir .
b.      Alur-alur sungai semakin menyempit disebabkan oleh adanya pemukiman sepanjang pinggir alur sungai khususnya di Sungai Karang Mumus.
c.       Terjadinya proses agradasi dasar sungai yang disebabkan karena terjadi perubahan keseimbangan antara daya angkut sungai terhadap sedimen dan besarnya angkutan sedimen tersebut.
d.      Debit sungai untuk periode ulang tertentu menjadi lebih besar yang pada umumnya disebabkan oleh perubahan tata guna tanah, baik yang berada di hulu sungai maupun di daerah hilir sungai.
e.       Pengembangan yang ditimbulkan oleh pembuatan bangunan-bangunan sepanjang sungai terutama pada kondisi banjir seperti jembatan dan sebagainya.
f.        Pemeliharaan alur sungai dan bangunan-bangunannya yang kurang memadai sehingga alur sungai serta bangunan pengendali banjir tersebut tidak berfungsi dengan baik.
g.      Kurangnya kesadaran masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai antara lain berupa kegiatan pemanfaatan sungai.
h.      Belum ada pengaturan penggunaan lahan bantaran sungai maupun daerah banjir yang setiap saat bisa timbul.
i.        Terbatasnya usaha atau tindakan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan banjir..
j.        Kebiasaan atau perilaku masyarakat yang terbiasa membuang sampah sembarangan ke sungai.

2.3      Hubungan antara Faktor Alam dan Manusia

Potensi masalah yang terdapat di Kecamatan Sungai Pinang yaitu banjir. Banjir merupakan salah satu bencana atau dampak dari kerusakan lingkungan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Dengan prilaku warga Kecamatan Sungai Pinang yang masih sering membuang sampah disembarang tempat dan banyaknya warga yang membangun rumah di sepanjang pinggiran sungai karangmumus. Salah satu sumber atau penyebab banjir  berasal dari Daerah Aliran sungai karang mumus yang meluap, dikarenakan sungai karang mumus menampung air yang berasal dari bagian hulu yaitu wilayah Kutai Kartanegara dan tidak bisa menampung kapasitas air yang cukup tinggi sehingga terjadilah banjir. Alur sungai yang mengalir di kecamatan sungai pinang ialah anak atau sub sungai Karang Mumus dan tepatnya anak sungai (anak sungai ogan) Karang Mumus mengalir di Kelurahan Gunung Lingai, Kecamatan Sungai Pinang.

Sungai Karang Mumus adalah nama sungai yang membelah Kota SamarindaKalimantan Timur. Sungai Karang Mumus merupakan anak Sungai Mahakam yang memiliki panjang aliran 34,7 kilometer. DAS Sungai Karang Mumus merupakan sub-sub DAS Sungai Mahakam Ilir. DAS Karang Mumus secara geografis terletak pada 0°19’28,93 LS - 0°26’54,72” LS dan 117°12’06,24” BT - 117°15’41,27” BT. Secara administratif, DAS Karang Mumus berada di wilayah Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kawasan DAS Karang Mumus meliputi kawasan hulu DAS Karang Mumus termasuk kedalam wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kecamatan Muara Badak), sedangkan bagian tengah DAS Karang Mumus meliputi wilayah Kota Samarinda (Kecamatan Samarinda Utara) dan bagian hilir DAS Karang Mumus termasuk kedalam wilayah Kota Samarinda (sebagian kecil Kecamatan Samarinda Ulu, sebagian kecil Kecamatan Samarinda Ilir dan Kecamatan Sungai Pinang (Gunung Lingai).

Penyebab banjir di Kecamatan Sungai Pinang yaitu tertutupnya gorong-gorong tepat di lokasi banjir yang sudah tidak terlihat akibat tertimbun tanah, sebelumnya terdapat gorong-gorong atau drainase tapi sudah tertupi dengan adanya pembangunan-pembangunan yang tidak mengindahkan aspek lingkungan. Penyebab lainnya karena sudah dipenuhi tanah dan lumpur, alih fungsi lahan di area resapan air serta ditambah buruknya sistem drainase, dataran rendah, dan jika turun hujan, anak Sungai Karang Mumus yang mengalir di kelurahan Gunung Lingai, mulai meluap. Permukiman warga di kawasan rendah pun terendam. Semakin minimnya kawasan resapan air, menyebabkan permukiman warga sering kebanjiran. Maka selama 4 tahun diterjang banjir jadi asal usul banjir yang ada di kecamatan sungai pinang dikarenakan oleh meluapnya air sungai dari anak sungai karang mumus disebabkan tertutupnya jalur drainase yang telah tertimbun tanah dan buruknya sistem drainase.

Data banjir di atas diambil pada tanggal 04 Oktober 2016 jam 16.35 – 17.30 WITA. Suhu pada saat itu sekitar 25 – 26 °C, dengan intensitas hujan yang cukup tinggi. Lamanya hujan yang turun pada hari itu sekitar 1 – 3 jam. Solusi bencana banjir berdasarkan tata ruang yang terjadi di Kecamatan Sungai Pinang ini yaitu dilakukannya pengerukkan drainase dari padatan-padatan yang ada di drainase. Kemudian dilakukan relokasi warga yang berada di sekitar pinggiran DAS Sungai Karang Mumus, agar jika air sungai meluap maka warga tidak merasa kerugian yang banyak karena terjadinya bencana banjir. Banjir yang disebabkan juga karena kurangnya resapan air di wilayah Kecamatan Sungai Pinang, sehingga air hujan yang turun langsung mengenangi wilayah tersebut. Kecamatan Sungai Pinang merupakan salah satu kecamatan yang ada di Samarinda, yang menjadi langganan banjir disetiap musim hujan baik hujan dengan intensitas biasa pun menyebabkan banjir langsung di wilayah ini. Banjir yang sering terjadi ini sering merugikan warga pengguna jalan di wilayah tersebut.Kiranya pemerintah juga melakukan tindakan tegas kepada pihak pengelola bangunan yang tidak mempunyai Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Perlu adanya penambahan ruang terbuka hijau, agar tempat terbuka hijau ini bias berfungsi sebagai tempat resapan air, sehingga jika hujan turun air dapat meresap ketanah dan tidak langsung tergenang di jalanan.


2.4      Titik Lokasi Banjir Kecamatan Sungai Pinang

Tabel 4.3 Titik Lokasi Banjir Kecamatan Sungai Pinang
Kelurahan
No. Simbol
Gambar
a.    Bandara
1a
1.   Drainase di Jl. Tantina 1



b.   Gunung Lingai
1b
1.    Drainase di Jl. Gunung Lingai


2b
2.    Banjir di Jl. Tri Darma RT. 16

c.       Mugirejo
1c
1.       Jl. Damanhuri II Gg. ogok RT. 28


2c
2.       Banjir di Jl. Mugirejo RT. 01


3c
3.    Banjirdi Jl. LubukSawa RT. 15

d.   Temindung Permai
1d
1.    Drainase di Jl. Ahmad Yani

e.    Sungai Pinang Dalam
1e
1.       Drainase di Jl. Proklamasi B


2e
2.       Banjir di Jl. Gerilya


3e
3.       Banjir di Jl. D.I Pandjaitan

(Sumber: Survei Lokasi Kelompok IV, 2016)

2.5      Dampak Banjir
Secara umum dampak banjir dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung relatif mudah diprediksi daripada dampak tidak langsung. Dampak yang dialami daerah perkotaan dimana didominasi oleh pemukiman penduduk juga berbeda dengan dampak yang dialami daerah pedesaan yang didominasi oleh areal pertanian. Banjir yang menerjang suatu kawasan dapat merusak dan menghanyutkan rumah sehingga menimbulkan korban luka-luka maupun meninggal. Banjir juga dapat melumpuhkan armada angkutan umum atau membuat rute menjadi lebih jauh untuk bisa mencapai tujuan karena menghindari titik genangan. Penduduk seringkali harus mengungsi sementara ke tempat yang lebih aman dan bebas banjir. Korban banjir baik yang berada di rumah sendiri maupun pengungsian banyak yang terserang penyakit kulit, diare dan pernafasan. Banjir juga merupakan bencana yang relatif paling banyak menimbulkan kerugian. Kerugian yang ditimbulkan oleh banjir, terutama kerugian tidak langsung menempati urutan pertama atau kedua setelah gempa bumi dan tsunami berdasarkan BNPB tahun 2013. Bukan hanya dampak fisik yang dirasakan warga tetapi juga dampak non fisik seperti sekolah yang terpaksa diliburkan dan harga kebutuhan pokok menjadi meningkat karena sulitnya akses masuk hingga jatuhnya korban jiwa.

2.6      Pengendalian Banjir

2.6.1   Gambaran Pengendalian Banjir pada Umumnya
Mengingat banjir sudah terjadi secara rutin, makin meluas,  kerugian makin besar,  maka perlu segera dilakukan upaya-upaya untuk mencegah dan menanggulangi dampaknya, yang dapat dilakukan secara struktural maupun non  struktural.

Upaya secara  struktural berupa tindakan menormalisasi sungai,  pembangunan waduk pengendali banjir, pengurangan  debit  puncak banjir dan lain-lain. Upaya ini telah dilakukan di beberapa daerah. Selain beragam upaya tersebut, juga dilakukan early warning system (peringatan dini) supaya pihak yang  terkait dapat melakukan antisipasi sejak dini sehingga dapat meminimalisir dampaknya.  Upaya  agar setiap rumah membuat sumur resapan untuk menampung  air  hujan,  sehingga dapat mengurangi banjir dan menambah cadangan air tanah.

Upaya nnon-struktural merupakan upaya penyesuaian dan pengaturan kegiatan manusia supaya harmonis dan serasi dengan lingkungan. Contoh upaya non-strktural adalah pengaturan maupun pengendalian penggunaan lahan atau tata ruang,  penegakan peraturan atau hukum,  pengawasan penyuluhan kepada masyarakat dan lain-lain. Upaya pengendalian banjir dan dampaknya dapat dilakukan melalui tiga  pendekatan utamaya itu memindahkan penduduk yang biasa atau akan terkena banjir, memindahkan banjirnya,  mengkondisikan penduduk hidup bersama dengan banjir. Dari 3  pendekatan tersebut  yang  sering dilakukan adalah mengendalikan banjirnya dan membiasakan penduduk hidup bersama banjir. Berbagai upaya tersebut telah banyak dilakukan di berbagai daerah, namun hasilnya belum seperti  yang  diharapkan,  banjir masih terus terjadi dengan korban dan kerugian yang tidak sedikit. Upaya mengatasi banjir juga kadang-kadang ditentang penduduk karena mereka harus pindah atau di relokasi ke wilayah  lain. Di Cieunteung, untuk mengatasi banjir yang  secara rutin merendam wilayah tersebut maka pemerintah kabupaten  Bandung berencana membuat kolam retensi  yang berfungsi untuk menampung  air  banjir. Pembangunan  kolam retensi ini memerlukan lahan sehingga harus merelokasi penduduk. Hal  ini tidak sepenuhnya disetujui penduduk Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. Upaya  lain  seperti pengerukan sungai untuk normalisasi sungai, pembuatan tanggul penahan banjir dan lain-lain. Penanganan banjir secara menyeluruh dan berkelanjutan menjadi tugas dan tanggung jawab semua pihak baik instansi teknis maupun lembaga lain yang terkait serta masyarakat. Kerjasama internal dan eksternal harus dilakukan  agar  memperoleh hasil  yang optimal. Melalui beragam upaya struktural dan non-struktural  yang  terpadu serta berkelanjutan maka kejadian banjir di masa mendatang dapat diperkecil baik kejadian maupun dampaknya. Upaya pengendalian banjir melalui pengelolaan DAS selama ini dianggap belum berhasil dengan baik antara  lain  karena kurangnya koordinasi atau keterpaduan dalam perencanaan,  pelaksanaan dan pemantauan pengelolaan DAS termasuk dalam hal pembiayaannya. Hal  ini terutama disebabkan oleh banyaknya instansi  yang  terlibat dalam pengelolaan  DAS.

Masalah pengelolaan DAS semakin kompleks karena tidak sedikit pemerintah daerah yang belum memahami konsep pengelolaan DAS yang berbasis ekosistem dan lintas batas administrasi. Sikap lebih mengutamakan aspek ekonomi seperti Pendapatan Asli  Daerah (PAD) menyebabkan konsep pengelolaan DAS terpadu yang mementingkan pelestarian ekosistem menjadi terabaikan.

2.6.2        Peran Dinas Bina Marga dan Pengairan dalam menanggulangi banjir di Kecamatan Sungai Pinang Kota Samarinda
Peran Dinas Bina Marga dan Pengairan dalam upaya pelaksanaan program menanggulangi banjir melalui rencana strategis Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Samarinda terkait langsung dengan kegiatan-kegiatan Dinas Bina Marga dan Pengairan sebagai berikut.

1.    Pembangunan Kolam Retensi dan Pompanisasi
Dalam perannya Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Samarinda menjalankan berbagai program penanggulangan banjir yang salah satu upaya dari program ini berupa pembangunan kolam retensi dan pompanisasi. Kolam retensi dan pompanisasi ini sendiri memiliki pengertian tempat menampung air yang berfungsi sebagai pengendali banjir, sedangkan pompanisasi adalah sistem alat yang digunakan ketika sungai pada posisi badan air terisi penuh pada waktu itu air dipompa kolam retensi supaya badan jalan tidak tergenang air.
                                 
Manfaat pembangunan kolam retensi dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar dengan tidak adanya lagi banjir sewaktu curah hujan tinggi mengguyur Kota Samarinda terutama warga Kecamatan Sungai Pinang. Pembangunan kolam retensi dan pompanisasi ini ternyata memiliki kendala baik kebutuhan dana maupun pembebasan lahan dalam hal ini luas lahan. Akan tetapi, manfaatnya dapat dirasakan masyarakat sampai saat ini dan masa yang akan datang seharusnya menjadi prioritas baik pemerintah maupun masyarakat untuk dapat bekerja sama guna mengatasi banjir di Kota Samarinda terutama di Kecamata Sungai Pinang.

2.    Pembangunan dan Peningkatan Sarana Drainase
Dalam perannya Dinas Bina Marga dan Pengairan melakukan pembangunan dan peningkatan sarana drainase sebagai upaya penanggulangan banjir. Dengan mengoptimalisasi fungsi drainase diharapkan dapat memperlancar saluran pembuangan air. Sarana drainase itu adalah materi atau bahan maupun alat yang digunakan dalam pembuatan maupun peningkatan saluran air pada setiap sub sistem yang ada. Pembangunan dan peningkatan saran drainase merupakan kegiatan penanggulangan banjir dengan penanganan sistem mikro. Hal ini dimaksudkan mengoptimalisasi serangkaian rencana induk drainase kota Samarinda mendatang.

Dari hasil penelitian dapat dilihat pelaksanaan program penanggulangan banjir dengan kegiatan pembangunan dan peningkatan sarana drainase sebagaian telah terealisasi. Diharapkan dengan adanya pengerukan, pembersihan sedimentasi, pemeliharaan pelebaran sarana drainase dapa mengurangi banjir di Kota Samarinda.



4.6.3        Peranan Dinas Bina Marga dan Pengairan dalam Upaya Pelaksanaan Program Penanggulangan Banjir di Kota Samarinda
Bagian ini merupakan rangkaian untuk mengetahui gambaran umum yang terjadi mengenai peranan Dinas Marga dan Pengairan dalam upaya penanggulangan banjir di Kecamatan Sungai Pinang. Pada setiap penulisan ilmiah ilmu sosial tidak dapat dilakukan pengukuran yang pasti. Namun, dengan analisis dan pengukuran dari masing-masing fokus penulisan diharapkan diperoleh hasil penelitian yang mendekati realita.

1.    Pembangunan Polder, Kolam Retensi dan Pompanisasi
Peranan Dinas Bina Marga dan Pengairan dalam upaya pelaksanaan program penanggulangan banjir di Kecamatan Samarinda Utara melalui pembangunan polder, kolam retensi dan pompanisasi diketahui bahwa Dinas Bina Marga dan Pengairan dapat mengurangi bahkan menghilangkan genangan banjir di Kecamatan Sungai Pinang.

2.    Pembangunan dan Peningkatan Sarana Dranise
Peranan Dinas Bina Marga dan Pengairan dalam upaya pelaksanaan program penanggulangan banjir di Kecamatan Sungai Pinang melalui pembangunan dan peningkatan sarana drainase diketahui bahwa menunjang bagi kelancaran saluran air.

Pembangunan dan peningkatan sarana drainase merupakan rangkaian kegiatan jangka pendek yang dilaksanakan setiap tahunnya. Rangkaian kegiatan jangka pendek ini merupakan rencana penanganan sistemmikro. Penanganan sistem mikro sendiri biasa menjadi prioritas karena realisasi anggaran yang diusulkan oleh Dinas Bina Marga dan Pengairan tidak seperti harapan, maka untuk kegiatan jangka menengah dan panjang tertunda.

3.      Rehabilitasi dan Normalisasi Sungai Alam
Peranan Dinas Bina Marga dan Pengairan dalam upaya pelaksanaan program penanggulangan banjir di Kecamatan Sungai Pinang melalui rehabilitasi dan normalisasi sungai alam dan drainase dapat berfungsi kembali saluran-saluran yang telah rusak, tersumbat atau tidak tertata. Program rutin yang telah dilakukan Dinas Bina Marga dan Pengairan dapat dicanangkan sebagai program rutin bagi masyarakat. Pengerukan dan pembersihan parit-parit rumah merupakan upaya bersama dalam menjaga kebersihan kota sehingga dapat mendukung dari program penanggulangan banjir.

4.    Pengawasan, Pengendalian, Pemantauan dan Evaluasi Proyek-Proyek Dinas Bina Marga dan Pengairan

Peranan Dinas Bina Marga dan Pengairan dalam upaya pelaksanaan program penanggulangan banjir di Kecamatan Sungai Pinang melalui pengawasan, pengendalian, pemantauan dan evaluasi diketahui bahwa kualitas kegiatan proyek dapat selalu dipantau. Pengujian pemeriksaan perlu dilakukan demi menjaga kualitas pekerjaan. Selain itu, pemeliharaan saluran juga dapat menjamin kualitas pekerjaan. Pengawasan dan evaluasi pun akan terus dilakukan sebagai kontrol dan masukan bagi pemecahan masalah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kajian Air Permukaan di Sekitar Area TPA Bukit Pinang Samarinda

KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan karunia-Nya berupa rahmat, sehingga penyusunan Kajian oleh Departemen Kajian dan Penelitian Lingkungan Hidup (KPLH) yang berjudul “Kajian Air Permukaan di Sekitar Area TPA Bukit Pinang Samarinda” dapat di selesaikan tepat pada waktunya. Penyusunan Kajian ini dilaksanakan berdasarkan isu lingkungan yang ada serta berlandaskan pada Program Kerja Departemen KPLH Himateli Unmul pada periode 2017/2018. Pada penyusunan kajian ini penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu selama penulisan. Penulis menyadari dalam penyusunan kajian ini masih belum sempurna, sehingga saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan kajian selanjutnya. Penulis berharap kajian ini dapat bermanfaat bagi yang membaca. Samarinda,

KUALITAS KASGOT PADA PERKEMBANGBIAKAN MAGGOT DALAM BENTUK PAKAN SAMPAH ORGANIK

1.       PENDAHULUAN Timbulan sampah meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan pola konsumsi manusia. Sampah merupakan salah satu bentuk konsekuensi dari adanya aktivitas alam maupun manusia yang belum memiliki nilai ekonomis. Tidak dapat dipungkiri, sampah akan selalu ada selama aktivitas kehidupan masih terus berjalan. Dalam upaya penanganan permasalahan sampah diperlukan adanya kerjasama yang nyata antara pemerintah dan masyarakat demi terwujudnya lingkungan yang bersih dan nyaman yang didambakan bersama. Peraturan Pemerintah No 81 Tahun 2012 memberikan arahan agar pengelolaan sampah dengan paradigma kumpul angkut buang berubah menjadi model pengelolaan sampah yang didasari dengan pengurangan dan penanganan sampah di sumber. Pola pikir masyarakat diarahkan pada kegiatan pengurangan sampah dan penanganannya (Auliani, 2021) .   Menurut data Badan Pusat Statistik Kota Samarinda tahun 2021 tercatat sampah yang terangkut sebesar 661,740.00 kg, dengan persentase

Analisis Tingkat Kenyamanan Ruang Terbuka Hijau Taman Cerdas Kota Samarinda Berdasarkan Temperature Humidity Index

   KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan Kepada Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya maka laporan kajian dan penelitian yang berjudul “Analisis Tingkat Kenyamanan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Taman Cerdas Kota Samarinda Berdasarkan Temperature Humidity Index (THI)” ini dapat diselesaikan dengan baik. Laporan kajian dan penelitian ini disusun sebagai bentuk pemenuhan salah satu program kerja HIMATELI UNMUL yaitu pelaksanaan kajian dan penelitian berbasis lingkungan hidup, dimana dalam laporan ini dijelaskan secara lengkap dan terperinci mengenai  hal-hal yang mengenai tentang bagaimana suhu dan kelembapan udara di Taman Cerdas Kota Samarinda serta tingkat kenyamanan pada lokasi penelitian berdasarkan THI. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Kajian dan Penelitian ini masih banyak kekurangan, baik dari segi isi, penulisan maupun kata-kata yang digunakan, hal tersebut tidak lepas karena keterbatasan data dan referensi maupun kemampuan penulis. Oleh karena itu,